Minggu, 23 Oktober 2011

KULTUR JARINGAN ANGGREK Bulan (Phalaenopsis amabilis)


Penelitian
Perbandingan Air Siwalan dan Air Kelapa Sebagai Suplemen
Pada Media VW (Vacin dan Went) Kultur Jaringan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis)


Dosen Pembimbing:
Kiptiya, M.Si.

Oleh:
1.      Muh. Fauzan (08620024)
2.      Aland Yusra A. (08620032)
3.      Heri Purnomo (08620038)










JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2011
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Anggrek merupakan tanaman hias yang bernilai estetika tinggi dan memiliki arti penting dalam perdagangan bunga. Selain karena bunganya yang indah dengan warna yang menarik, anggrek dapat dijadikan sebagai tanaman pot maupun tanaman bunga potong.
Tanaman anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang bernilai ekonomi tinggi dan sangat prospektif dibudidayakan, sebagai sumber pendapatan (agribisnis), penyedia lapangan kerja dan penggerak ekonomi di daerah. Pasar anggrek berkembang amat pesat. Kebutuhan akan anggrek didominasi oleh anggrek potong yang dominan dan disukai masyarakat adalah jenis dendrobium (34%),diikuti oleh Oncidium Golden Power (26%), Cattleya (20%), Vanda Douglas (17%) serta anggrek lainnya (3%). (Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI, 2008; Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007).
Sementara itu hanya sebagian kecil pihak yang mampu melakukan pengembangan dan pemanfaatan anggrek spesies, khususnya yang berkaitan dengan teknologi kultur jaringan. Tidak dipungkiri bahwa metode terbaik hingga saat ini dalam pelestariaan dan perbanyakan anggrek adalah dengan kultur jaringan, karena melalui kultur jaringan banyak hal yang bisa dilakukan dibandingkan dengan metode konvensional (Nurwahyuni, 1996).
Banyak manfaat yang diberikan teknik kultur jaringan dibandingkan dengan teknik konvensional. Pertama, jutaan klon dapat dihasilkan dalam waktu setahun hanya dari sejumlah kecil material awal. Kedua, teknik kultur jaringan menawarkan suatu alternatif bagi spesies-spesies yang resisten terhadap sistem perbanyakan vegetatif konvensional dengan melakukan manipulasi terhadap faktor-faktor lingkungan, termasuk penggunaan zat pengatur tumbuh. Ketiga, kemungkinan untuk mempercepat pertukaran bahan tanaman di tingkat internasional. Keempat, teknik kultur jaringan tidak tergantung pada musim (Zulkarnain, 2009).   
Allah menjelaskan tentang proses kultur jaringan ini secara tersirat dalam Al-Qur’an surat Al-Waqiah ayat 62, sebagai berikut:
ôs)s9ur ÞOçG÷HÍ>tã nor'ô±¨Y9$# 4n<rW{$# Ÿwöqn=sù tbr㍩.xs? ÇÏËÈ  
62. dan Sesungguhnya kamu telah mengetahui penciptaan yang pertama, Maka Mengapakah kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)?

Ayat di atas menjelaskan bahwa dalam proses kultur jaringan itu pada dasarnya yaitu meniru pertumbuhan secara in vivo yang kemudian dipraktekan secara in vitro. Selain ayat diatas, Allah juga menjelaskan tentang kultur jaringan yaitu pada surat Al-‘Araf ayat 86 yang berbunyi:
Ÿwur (#rßãèø)s? Èe@à6Î/ :ÞºuŽÅÀ tbrßÏãqè? šcrÝÁs?ur `tã È@Î6y «!$# ô`tB šÆtB#uä ¾ÏmÎ/ $ygtRqäóö6s?ur $[_uqÏã 4 (#ÿrãà2øŒ$#ur øŒÎ) óOçFZà2 WxÎ=s% öNà2uŽ©Ys3sù ( (#rãÝàR$#ur y#øx. šc%x. èpt6É)»tã tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÑÏÈ  
86. dan janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah, dan menginginkan agar jalan Allah itu menjadi bengkok. dan ingatlah di waktu dahulunya kamu berjumlah sedikit, lalu Allah memperbanyak jumlah kamu. dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ayat diatas menjelaskan bahwa kultur jaringan itu awalnya hanya berasal dari jumlah yang sedikit kemudian terbentuk dalam jumlah yang banyak berdasarkan sifat totipotensi yang dimiliki oleh sel atau jaringan tersebut.
Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, air siwalan, ekstrak buah dan lain-lain, bahan pemadat: agar-agar dan juga menyediakan arang aktif untuk kasus tertentu untuk tanaman.
Air siwalan (legen) adalah air yang diperoleh dari sadapan bunga siwalan. Nira siwalan memiliki komposisi kimia mirip kelapa atau aren. Nira siwalan memiliki keunggulan dari air kelapa yaitu dalam keadaan segar berasa manis, berbau khas, dan tidak berwarna. Rasa manis dari nira terdukung oleh kandungan zat gula yaitu sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Nira siwalan mengandung gula dan air 85% sedangkan pada kelapa hanya mengandung gula sebanyak antara 1,7 sampai 2,6 %. Karena kandungan gulanya yang cukup tingga maka air siwalan baik untuk dijadikan suplemen pada media pertumbuhan kultur jaringan anggrek. Sumber energi utama tanaman adalah karbohidrat. Karena pentingnya peran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman tersebut, maka ke dalam media kultur jaringan anggrek ditambakan pula sumber karbohidrat sederhana, seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa. Meskipun didalam persenyawaan komplek organik (air kelapa, pisang, ubi kayu) yang biasa ditambahkan ke dalam media kultur jaringan sumber energi tersebut telah tersedia, namun karena karbohidrat tersebut telah banyak digunakan untuk proses respirasi dan pembentuk sel-sel baru tanaman maka penambahan sumber energi lainnya sangat diperlukan guna mencukupi kebutuhan tanaman. Disamping itu air siwalan mudah diperoleh dan murah karena masih belum banyak yang memanfaatkannya. Dan dalam teknik kultur jaringan anggrek belum banyak yang memanfaatkan air siwalan sebagai bahan organiknya.
1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang terkait pada penelitian ini adalah:
1.    Apakah air siwalan dapat dijadikan suplemen tambahan pada media tumbuh kultur jaringan anggrek bulan?
2.    Bagaimana keefektifan air siwalan sebagai suplemen tambahan pada media tumbuh kultur jaringan anggrek bulan?
1.3  Tujuan
  1. Mengetahui kedapatan air siwalan dijadikan suplemen tambahan pada media tumbuh kultur jaringan anggrek bulan.
  2. Mengetahui keefektifan air siwalan sebagai suplemen tambahan pada media tumbuh kultur jaringan anggrek bulan.
1.4  Manfaat Penelitian
1.      Manfaat Teoritis
a.       Menambah khasanah keilmuan bagi peneliti dan pembaca.
b.      Menambah pengetahuan tentang kultur jaringan tanaman.
2.      Manfaat Praktis
a.       Memberi informasi kepada masyarakat bahwa air siwalan dapat atau tidak dapat dimanfaatkan sebagai suplemen tambahan pada media tumbuh kultur jaringan anggrek bulan.
b.      Memberi informasi pada masyarakat bagaimana proses pembuatan media VW yang ditambah dengan air siwalan.
1.5  Batasan Penelitian
1.      Anggrek yang digunakan adalah anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) yang diperolah dari perkebunan anggrek Handoyo Orchid.
2.      Media yang digunakan adalah media VW.
3.      Air siwalan didapat dari pedagang air legen di daerah Paciran, kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
4.      Air kelapa didapatkan dari penjual kelapa muda di jalan Sunan Drajad kecamatan Lowokwaru Malang.
5.       Parameter pengamatan adalah pertumbuhan kultur anggrek bulan pada jumlah eksplan yang membentuk kalus, jumlah eksplan yang browning, jumlah eksplan yang kontam, presentase eksplan yang hidup.




BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1  Anggrek Bulan (Phalaenopsis sp.)
Semua bunga anggrek bersifat hermaprodit, yaitu polen (serbuk sari) dan putik terdapat di dalam satu bunga. Adapun sifat kelaminnya adalah monoandrae, yaitu kelamin jantan dan betina berada di satu tempat (Hendaryono, 2006).
Menurut Rukmana (2000) dalam Amilah 2005, kedudukan anggrek bulan dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisio Spermatophyta
Subdivisio Angiospermae
Kelas Monocotyledonae
            Ordo Orchidales
Famili Orchidaceae
Genus Phalaenopsis
Spesies Phalaenopsis amabilis L.

Di antara jenis anggrek yang terdapat di Indonesia, anggrek Phalaenopsis merupakan salah satu anggrek kebanggaan nasional. Phalaenopsis adalah salah satu genus anggrek yang memiliki kurang lebih 40 – 60 spesies. Jumlah varietasnya sekitar 140 jenis, 60 diantaranya terdapat di Indonesia. Anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis L.) adalah salah satu spesies dari genus Phalaenopsis yang cukup populer dan dianggap cukup penting karena peranannya sebagai induk dapat menghasilkan berbagai keturunan atau hibrida. Keistimewaan lainnya adalah mampu berbunga sepanjang tahun dengan rata-rata masa berbunga selama satu bulan (Iswanto, 2001).
Pada tanggal 5 Juni 1990, anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis L.) resmi dinobatkan sebagai bunga nasional, dengan sebutan Puspa Pesona. Anggrek tersebut memiliki ciri khas bunga berwarna putih bersih dengan lidah kuning keemasan (Rukmana, 2000).

2.1.1 Morfologi dari organ anggrek bulan adalah sebagai berikut.
1) Bunga
Bunga anggrek Phalaenopsis memiliki lima bagian utama, yakni sepal (kelopak bunga), petal (mahkota bunga), benang sari, putik, dan ovari (bakal buah). Bedanya, sepal dari famili anggrek ini tidak berwarna hijau, melainkan berwarna indah seirama dengan warna petalnya (Sandra, 2001).
Benang sari dan tangkai kepala putik menjadi satu membentuk suatu struktur yang disebut column (Inggris) atau gynostemium (Latin). Jadi gynostemium (column) sebenarnya merupakan alat kelamin betina dan jantan yang telah menjadi satu (Gunawan, 1990). Column anggrek tidak mempunyai tepung sari seperti bubuk, tetapi mempunyai tepung sari yang berupa gumpalan yang disebut polinia. Polinia ini melekat pada ujung column melalui suatu struktur yang disebut plasenta dan tertutup sebuah tudung yang disebut cap (Soeryowinoto dan Moeso, 1977).
Gambar 1. Bunga Anggrek Phalaenopsis ambalis
2) Buah
Biji anggrek tidak mempunyai endosperm, yaitu cadangan makanan seperti biji tanaman lainnya. Oleh karena itu untuk perkecambahannya diperlukan suatu media yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan sebagai makanannya (Sandra, 2003).
            Umur masak buah untuk anggrek Phalaenopsis adalah 4 bulan, tetapi pada umur 3 bulan adalah saat yang baik untuk memetik buah dan menabur biji karena pada umur 3 bulan buah tidak terlalu tua dan terlalu muda (Sriyanti danWijayani, 1994 ; Sriyanti, 2000).
3) Daun
Daun anggrek bulan berbentuk lanset atau bundar panjang sampai jorong. Panjang daun antara 20 cm – 30 cm dan lebar 3 cm – 12 cm. Daun berdaging tebal, berwarna hijau kelam, hijau muda, hijau keungu-unguan, sampai hijau kemerah-merahan (Rukmana, 2000).
4) Batang
Pertumbuhan batang anggrek Phalaenopsis bersifat monopodial, yaitu meninggi atau vertikal pada satu titik tumbuh dan terdiri dari hanya satu batang utama. Bunga keluar dari sisi batang di antara dua ketiak daunnya (Iswanto, 2001).
5) Akar
Tanaman anggrek bulan bersifat epifit yang ditandai dengan karakter pertumbuhannya yang melekat pada permukaan kulit pohon yang masih hidup maupun yang sudah mati, dengan seluruh bagian tubuhnya (akar, batang, daun) berada di udara (Iswanto, 2001).

Gambar 2. Anggrek Bulan Phalaenopsis ambalis (Garten, 2010)



2.1.2 Syarat Tumbuh
Cahaya matahari yang dibutuhkan anggrek Phalaenopsis sekitar 20% – 50% (Iswanto, 2001).  Menurut Rukmana (2000) dan Soeryowinoto (1974), anggrek bulan membutuhkan intensitas cahaya matahari berkisar antara 15% – 30%. Menurut Gunawan (1990), anggrek Phalaenopsis memerlukan keteduhan dengan intensitas cahaya matahari sekitar 10% – 40 %. Berdasarkan kebutuhan suhu, Phalaenopsis termasuk anggrek tipe hangat yaitu anggrek yang hidup pada daerah yang tidak terlalu dingin dan tidak terlalu panas. Suhu malam hari yang diperlukan antara 210C – 240C dan siang hari antara 240C – 290C (Sutiyoso dan Sarwono, 2002).
Sedangkan menurut Rukmana (2000), suhu udara yang ideal berkisar antara 150C – 350C, namun suhu optimal bagi pertumbuhan adalah 210C. Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman anggrek Phalaenopsis adalah dari dataran rendah sampai dataran tinggi atau sekitar 50 m – 1000 m dpl.
Kelembaban udara yang ideal bagi tanaman anggrek Phalaenopsis berkisar antara 65 – 70 % (Rukmana, 2000). Sedangkan menurut Soeryowinoto dan Moeso (1977), tanaman anggrek membutuh kan kelembaban udara pada siang
hari berkisar 50 – 80 % dan pada saat musim berbunga sekitar 50 – 60 %.
2.2  Siwalan (Borassus flabellifer L.)
Tanaman siwalan disebut dengan nama latin Borassus flabellifer Linn., termasuk suku Palmae. Tanaman tersebut dikenal dengan berbagai nama di Nusantara.
2.2.1        Deskripsi Tanaman Siwalan
Habitus tanaman siwalan mirip dengan tanaman kelapa atau pinang, berakar serabut, tinggi dapat mencapai 30 m. Batang lurus, permukaan kulit batang halus, berwarna kehitam-hitaman. Daun siwalan berupa daun majemuk, berbentuk bundar seperti kipas, dengan tepi berlekuk-lekuk lancip. Anak-anak daun melekat satu dengan yang lain, tebal dan agak keras, dengan panjang sekitar 2,5-3 m. Daun berada di ujung tangkai. Tangkai daun panjang, kaku, di sepanjang pinggir tangkai terdapat banyak duri. Daun siwalan yang telah tua tidak segera luruh tetapi tetap melekat pada ujung batang. Tanaman siwalan adalah tanaman berumah dua, pada satu pohon hanya terdapat satu jenis bunga yaitu jantan atau betina. Bunga siwalan berbentuk tandan. Bunga siwalan terkulai ke bawah. Buah siwalan berbentuk bulat, sebesar bola sepak takraw, di dalam buah terdapat biji dan serabut yang mengandung air. Pada setiap buah memiliki 1-3 biji, isi berwarnah putih, mirip daging buah kelapa. Daging buah siwalan mudah enak dimakan dan airnya beras manis. Daging biji siwalan yang telah tua bertekstur sangat keras (Pitojo, 2009).

Gambar 3. Pohon Siwalan (Borassus flabellifer L.)

2.2.2      Kandungan Kimia Siwalan
Nira siwalan memiliki komposisi kimia mirip kelapa atau aren. Nira siwalan dalam keadaan segar berasa manis, berbau khas, dan tidak berwarna. Rasa manis dari nira terdukung oleh kandungan zat gula yaitu sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Di dalam nira juga terdapat protein, bahan abu, lemak, dan asam organik. Nira siwalan mengandung gula dan air 85%. Kandungan kimia nira siwalan dipengaruhi oleh umur tanaman, kesehatan tanaman, keadaan tanah dan iklim. Gula siwalan berwarna coklat (Pitojo, 2009).
Tabel 1 komposisi nutrisi Nira Siwalan (FAO, 2011)
Komponen
Jumlah
Berat Jenis
1.07
pH
6.7-6.9
Nitrogen (g/100 cc)
0.056
Protein (g/100 cc)
0.35
Total gula (g/100 cc)
10.93
Gula reduksi
0.96
Minerals sebagai abu (g/100cc)
0.54
Calcium
Sedikit
Fosfor  (g/100 cc)
0.14
Besi (g/100 cc)
0.4
Vitamin C (mg/100 cc)
13.25
Vitamin B1 (IU)
3.9
Vitamin B complex
Diabaikan
Sumber: Davis dan Johnson, 1987.

2.3    Kultur Jaringan
Kultur jaringan tanaman adalah salah satu pendekatan budidaya pertanian yang sudah berpijak pada konsep how to create yang melengkapi serta memungkinkan peningkatan efektifitas dan produktivitas cara-cara bertanam tradisional dan konvensional. Pemahaman bahwa jaringan tanaman dapat tumbuh dan berkembang pertama dikemukakan oleh Haberlandt (1898), yang berpendapat bahwa setiap sel mempunyai kemampuan untuk tumbuh dan berkembang secara tidak terbatas. Menurutnya sel-sel tanaman dipisahkan dan dikulturkan dalam suatu medium yang mendorong pertumbuhan dan perkembangan tanaman, maka sel-sel akan tumbuh secara tidak terbatas dan membentuk individu baru (Santoso dan Nursandi, 2004) dalam Hadisaputra, (2008).
Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril (Zulkarnain, 2009).
Manfaat teknik kultur jaringan yang utama adalah perbanyakan klon atau perbanyakan massal dari tanaman yang sifat genetiknya identik satu sama lain. disamping itu, teknik kultur jaringan pun bermanfaat dalam beberapa hal khusus, yaitu perbanyakan klon secara cepat, keragaman genetik, kondisi aseptik, seleksi tanaman, stok tanaman mikro, lingkungan terkendali, pelestarian plasma nutfah, produksi tanaman sepanjang tahun, dan memperbanyak tanaman yang sulit diperbanyak secar vegetatif konvensional (Zulkarnain, 2009).
2.3.1  Media Kultur
Media tanam adalah senyawa-senyawa anorganik maupun senyawa-senyawa organik yang dipergunakan untuk pertumbuhan eksplan dan plantlet (Soeryowinoto dan Moeso 1977).
Media kultur jaringan anggrek paling terkenal dan telah menjadi media dasar kloning anggrek adalah media Vacin and Went (media VW). Media yang diformulasikan dan diperkenalkan oleh E. Vacin dan F. Went sejak tahun 1949 ini terdiri dari unsur hara makro dan mikro dalam bentuk garam-garam anorganik dengan jumlah yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman khususnya anggrek. Komposisi dan cara membuat media ini seolah telah dan harus menjadi keahlian dasar para praktisi kultur jaringan anggrek. Sehingga demikian, banyak penelitian yang mempelajari pengaruh pemberian ”unsur tambahan” ke dalam media VW terhadap pertumbuhan bahan tanaman (plantlet). Sehingga saat ini, salah satu media kultur jaringan anggrek yang umum digunakan adalah media Vacin and Went ditambah 1) bahan organik kompleks (seperti air kelapa dan pisang) dan 2) sumber energi, yaitu karbohidrat sederhana (seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa). Selain itu, untuk media padat ditambahkan agar-agar dan charcoal (arang aktif) (Gunawan, 1990).
Tabel 2. Komposisi Media Vacin and Went
Bahan-bahan
Jumlah per liter media
Stok per 100 ml (untuk 10 l media)
Keterangan
Ca3(PO4)2
KNO3
KH2PO4
(NH4)2SO4
MnSO4.2H2O
MgSO4.7H2O
Fe EDTA
Sukrosa/gula
Agar
Air kelapa
Aquadest
0,20 g
0,525 g
0,25 g
0,50 g
0,0075 g
0,25 g
0,028 g
20,0 g
8 g
150 ml
±850 ml
2 g+
5,25 g*
2,5 g*
5 g*
0,075 g*
2,5 g*
0,28 g+
*) dicampur kemudian dilarutkan dengan aquadest hingga 100 ml. Volume stok yang digunakan untuk 1 l media adalah 10 ml.
+) Ca3(PO4)2 dilarutkan dahulu dengan HCl 1 N beberapa tetes, Fe EDTA dilarutkan dengan NaOH 1 N beberapa tetes. Masing-masing dilarutkan dengan aquades hingga 100 ml. Volume stok yg digunakan untuk 1 l media adalah 10 ml.
Sumber : Gunawan (1990) dan Imelda (1995)
Medium VW mengandung unsur hara makro yang meliputi C, H, O, N, S, P, K, Ca, dan Mg, serta unsur mikro meliputi Fe dan Mn yang semuanya dalam bentuk garam (Vacin dan Went 1949). Unsur-unsur hara dalam bentuk garam tersebut merupakan bahan dasar penyusun protein, asam nukleat, fosfolipid, dan aktivator enzim yang diperlukan dalam proses fotosintesis dan respirasi, serta berperan dalam pembelahan dan pembesaran sel. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya tinggi planlet (Widiastoety, 2010).
Di dalam kultur in vitro senantiasa diupayakan untuk menemukan konstituen penyusun medium semurni mungkin dan mengindari penggnuan ekstrak-ekstrak alami yang masih mentah. Produk-produk, seperti pepton, ekstrak ragi dan ekstrak malat belum banyak digunakan. Ditinjau dari sudut pandang ilmiah, penggunaan ekstrak-ekstrak alami masih dapat dianjurkan, dan kehadiran senyawa-senyawa tersebut didak dapat diabaikan begitu saja apabila ternyata senyawa-senyawa murni tidak dapat memenuhi apa yang didapatkan. Jus buah pun merupakan suplemen organik penting (Zulkarnain, 2009).
Berhasilnya kultur jaringan banyak ditentukan oleh media tanam. Campuran media yang satu belum tentu cocok untuk semua jenis tanaman. Menurut Dixon (1985) komposisi media untuk pertumbuhan tanaman dalam teknik kultur jaringan dapat dikelompokkan menjadi 6 kelompok.
1.       Unsur hara makro
Unsur hara makro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah banyak. Yang temasuk unsur hara makro adalah karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), dan sulfur (S) (Hardjowigeno, 1995).
2.       Unsur hara mikro
Unsur hara mikro yaitu unsur yang diperlukan dalam jumlah yang sangat sedikit. Tetapi meskipun diper lukan dalam jumlah sedikit, tanpa salah satu unsur hara mikro sama sekali maka pertumbuhan tanaman akan terganggu. Yang termasuk un sur hara mikro yaitu besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), molibde num (Mo), tembaga (Cu), seng (Zn), khlor (Cl), dan kobal (Co) (Hardjowigeno, 1995).
3.       Chelating agent
Derajat keasaman (pH) media yang cocok untuk pertumbuhan anggrek dalam media Vacin and Went berkisar antara 4,8 – 5,0. Untuk menghindari ketidak stabilan pH dibutuhkan chelating agent misalnya ferri tartrat (Fe EDTA) (Soeryowi noto dan Moeso, 1977). Unsur yang dapat membentuk chelate adalah besi (Fe), mangan (Mn), Zn, Cu (Hardjowigeno, 1995). Dengan adanya chelating agent ini maka ferri dapat tetap mudah larut meskipun pH media tinggi.


4.       Vitamin
Agar eksplan dan plantlet dapat tumbuh dengan baik maka media diberi asam mino dan vitamin seperti glycine, cysteine, thiamin HCl (vitamin B1), pyridoxine HCl (vitamin B6) (Soeryowinoto dan Moeso,1977).
5.       Hormon
Auksin berfungsi untuk merangsang pertumbuhan akar, sitokinin untuk pertumbuhan tunas pucuk, dan giberelin untuk diferensiasi atau perubahan fungsi sel terutama pembentukan kalus (Sandra, 2003).
6.       Gula (Sumber energi)
Gula mengandung unsur-unsur makro karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O). Dalam penelitian ini gula yang digunakan untuk menanam anggrek berbentuk sukrosa.
7.       Air
             Menurut Bonga (1982), dalam Zulkarnain (2009), air yang digunakan pada medium dan iar yang digunakan selama prosedur kultur ni vitro sebaiknya disuling dan didemineralisasi. Sangat diajurkan menggunakan perangkat gelas untuk mendapatkan air suling. Penyulingan air adalah suatu proses yang rumit, senyawa-senyawa organik dengan bobot molekul yang ringan sering kali terbawa dalam air.
2.3.2        Suplemen Media
Zulkarnain (2009), mengungkapkan bahwa dalam teknik kultur jaringan, kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya. Sangat sulit untuk menerapkan teknik kultur jaringan pada upaya perbanyakan tanaman tanpa melibatkan zat pengatur tumbuhnya.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting: sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA, 2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta pembentukan organ seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik. Auksin dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin(menginduksi pemanjangan tunas dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
Senyawa organik sering ditambahkan ke dalam media sebagai sumber pembentuk asam amino dan vitamin. Senyawa organik yang sering ditambahkan adalah air siwalan, air kelapa, ekstrak ragi, ekstrak buah, dan casein hydrolisat. Sebagai sumber energi ditambahkan dari senyawa-senyawa yang merupakan sumber karbohidrat, seperti sukrosa (paling baik pada tanaman umumnya), glukosa, fruktosa, dam maltosa. Penambahan arang aktif berfungsi untuk mengarbsorbsi senyawa-senyawa fenolik dan untuk merangsang pertumbuhan akar.

2.3 Perbandingan Pemanfaatan Air Siwalan dan Air Kelapa Sebagai Suplemen Kultur Jaringan Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis)
Seperti hanlnya dengan manusia, sumber energi utama tanaman adalah karbohidrat. Karena pentingnya peran karbohidrat untuk pertumbuhan tanaman tersebut, maka ke dalam media kultur jaringan anggrek ditambakan pula sumber karbohidrat sederhana, seperti sukrosa, glukosa dan fruktosa. Meskipun didalam persenyawaan komplek organik (air kelapa, pisang, ubi kayu) yang biasa ditambahkan ke dalam media kultur jaringan sumber energi tersebut telah tersedia, namu karena karbohidrat tersebut telah banyak digunakan untuk proses respirasi dan pembentuk sel-sel baru tanaman maka penambahan sumber energi lainnya sangat diperlukan guna mencukupi kebutuhan tanaman. Karbohidrat yang digunakan umumnya sukrosa atau glukosa pada konsentrasi 2-3% (Murashige, 1974 didalam Widiastoety et al., 1997).
Nira memiliki komposisi kimia mirip siwalan kelapa atau aren. Nira siwalan dalam keadaan segar berasa manis, berbau khas, dan tidak berwarna. Rasa manis dari nira terdukung oleh kandungan zat gula yaitu sakarosa, glukosa, dan fruktosa. Di dalam nira juga terdapat protein, bahan abu, lemak, dan asam organik. Nira siwalan mengandung gula dan air 85%. Karena kandungannya yang mirip dengan kelapa ini sehingga dimungkinkan air siwalan digunakan sebagai saplemen dalam kultur jaringan tanaman anggrek.
Medium tumbuh merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kualitas pertumbuhan planlet anggrek Vanda. Pada medium tumbuh perlu ditambahkan suplemen nonsintetik yang berperan mempercepat pertumbuhan planlet anggrek Vanda. Pemanfaatan suplemen nonsintetik dapat menekan biaya produksi planlet (Widiastoety et al., 2010).
Widiastoety et al. (1995) menyatakan bahwa 10 dan 20 g/L sukrosa, 20 g/L fruktosa, 10, 20 dan 30 g/L glukosa serta 20 g/L gula pasir memberikan hasil yang lebih baik terhadap pertumbuhan plantlet anggrek Dendrobium dibandingkan media tanpa sumber karbohidrat sederhana, sedangkan penambahan sumber energi tersebut dalam jumlah yang lebih banyak justru menyebabkan tanaman terhambat pertumbuhannya. Menurut penelitian tersebut, kondisi seperti itu diduga akibat adanya keracunan (karena jumlah ”gula” berlebih) sehingga menimbulkan gangguan-gangguan seperti terhambatnya penyerapan zat hara, pembengkakan sel atau hipertrofi, penumpukkan agregat-agregat vakuola sehingga plasma sel lepas dari dinding sel (lisis).
Pada kultur in vitro anggrek biasanya digunakan medium dengan komposisi yang mengandung bahan-bahan kimia murni (anorganik proanalisis) yang harganya relatif sangat mahal. Bahan-bahan kimia anorganik mengandung unsur-unsur N, P, K, Ca, Mg, S, Fe, Mn, Zn, B, J, Na, Cl, selain C, H, dan O. Oleh karena jumlah yang dibutuhkan untuk membuat medium sangat sedikit, maka untuk memudahkan pembuatan medium dibuat larutan baku dan disimpan dalam freezer sebelum digunakan. Pembuatan larutan baku selain untuk mempermudah kelarutan setiap unsur yang digunakan juga memberikan ketelitian yang lebih tinggi bagi unsur-unsur yang digunakan dalam jumlah yang sangat kecil. Untuk itu perlu dilakukan penelitian penggunaan suplemen organik untuk mensubstitusi bahan kimia anorganik dalam pembuatan media in vitro anggrek. Senyawa organik adalah senyawa yang mengandung C, H, dan O, kecuali senyawasenyawa CO2 dan H2CO3. Senyawa-senyawa organik kompleks antara lain ragi, ubikayu, taoge, kentang, dan pisang (Bergman 1992 dan Mitra 1991).
            Hasil analisis analisis keragaman parameter jumlah tunas mikro menunjukkan bahwa perlakuan tingkat konsertrasi air kelapa memberikan pengaruh yang sangat nayata terhadap pertumbuhan dan jumlah tumas mikro tamanan anggrek Dendrobium spp (Parera, 1997).
Penggunaan air kelapa dalam kultur jaringan tanaman anggrek Dendrobium sangat menguntungkan dilihat dari hasil penelitian yang telah disajikan. Air kelapa mengandung zat tumbuh dari golongan sitokinin yakni zetein yang kalau dikonversikan dalam jumlahnay sangat kecil tapi sangat berpengaruh terhadap jumlah tunas atau perbanyakan tunas makro anggrek Dendrobium. Zetein mempunyai nilai harga yang sangat tinggi sehingga, denang penggunaan air kelapa sangatlah ekonomis (Parera, 1997).
Pada percobaan ini digunakan konsetrasi air siwalan sebesar 20%. Hal ini berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakuakn oloh Parera (1997), yang menyatakan jumlah tunas yang tertinggi pada tingkat konsentrasi air kelapa 20% karena peneliti membangdingkannya dengan air kelapa yang sudah teruji.
















BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Waktu dan Tempat Penelitian
            Penelitian ini dilaksanakan pada hari jum’at, tanggal 10 juni 2011. Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Jurusan Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Penelitian dilakasanakan pada bulan Mei-Juni 2011.
3.2  Preparasi
Preparasi pada penelitian kultur jaringan ini meliputi persiapan alat dan bahan yang diperlukan. Setelah itu melakukan proses sterilisasi alat-alat yang akan dipergunakan dan preparasi terakhir adalah pembuatan media kultur.  
3.2.1        Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan dalam subkultur anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) adalah: alat-alat gelas standart, pol pipet, scalpel dan pisau scalpel steril, pinset steril (berbagai ukuran), cawan petri steril, lampu spiritus, disecting set, Laminar Air Flow (LAF), hand sprayer, autoclave, hot plate/Stirer, pH meter, gelas ukur, pengeduk dari gelas/plastic dan sarung tangan, botol kultur dan penutupnya.
Bahan-bahan yang digunakan dalam kultur jaringan anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) adalah: explant anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis), air siwalan, spiritus, kapas, larutan stock Vacin dan Went (VW ), agar agar swallow, arang aktif, Gula pasir, larutan HgCl2 atau larutan pemutih, deterjen, alkohol 80%, tissue, aquades steril.
3.2.2        Sterilisasi Alat-alat
Sterilisasi dapat dilakukan dengan oven atau autoklaf. Sterilisasi mengunakan oven disebut juga sterilisasi kering, sedangkan sterilisasi dengan autoklaf disebut sterilisasi basah. Sterilisasi mengunakan oven hanya dapat digunakan untuk alat-alat yang tahan panas, misalnya alat berbahan gelas dengan label pyrex.
a.    Sterilisasi Basah
1.    Alat-alat direndam dengan tipol selama 1 hari (24 jam).
2.    Setelah 24 jam alat-alat tersebut digosok menggunakan penggosok cuci.
3.    Dibilas pada air kran sebanyak 21 X, dan bilasan terakhir mengunakan aquades.
4.    Dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan pada suhu 50°C sampai kering.
5.    Dikeluarkan dari oven dan kemudian satu per satu alat dibungkus dengan alumunium voil.
6.    Dimasukkan kedalam autoklaf untuk disterilkan dengan suhu 121°C pada tekanan 1 atm selama 15 menit.
7.    Dikeluarkan dari autoklaf dan dimasukkan kembali ke oven untuk dikeringkan dengan suhu 50°C sampai kering.
b.    Sterilisasi Kering
1.    Alat-alat direndam dengan tipol selama 1 hari (24 jam).
2.    Setelah 24 jam alat-alat tersebut digosok menggunakan penggosok cuci.
3.    Dibilas pada air kran sebanyak 21 X, dan bilasan terakhir mengunakan aquades.
4.    Dimasukkan ke dalam oven untuk dikeringkan pada suhu 50°C sampai kering.
5.    Dikeluarkan dari oven dan kemudian satu per satu alat dibungkus dengan alumunium voil.
6.    Dimasukkan kedalam oven untuk disterilkan dengan suhu 125°C selama 3 jam.
3.2.3        Sterilisasi Bahan Eksplan
Untuk mengilangkan sumber infeksi, bahan harus disterilisasikan sebelum ditanam. Langkah-langkah sterilisasi bahan eksplan yaitu:
1.      Bagian-bagian tanaman (pucuk daun) dicuci bersih pada air mengalir. Buang bagian-bagian yang tidak diperlukan, seperti daun-daun tua, pelepah dan daun-daun robek. Bagian yang sudah bersih dirndam berturut-turut didalam fungsida dan bakterisida yang diberi beberapa tetes Tween-20® atau Tween 80® selama 30-60 menit tergantung pada bagian tamaman.
2.      Bilas dengan air steril dan potong menjadi bagian-bagian yang lebih kecil yang dapat masuk kedalam cawan petri atau gelas piala 250 mL.
3.      Rendam dalam larutan antibiotik (Betadine®) selama 60 menit.
4.      Tahap berikutnya, dilakukan dalam LAFC dengan cara:
a.    Masukkan bahan tanaman ke dalam cawan perti steril atau botol steril.
b.    Tuangkan larutan Na-hipoklorit 1,0% dalam cawan petri sampai tanaman terndam selama 5 menit.
c.    Bilas dengan air steril selama 5 menit.
d.   Rendam dalam larutan HgCl2/bayclean 0,05% atau 0,1 % selama 30 menit.
e.    Bilas tiga kali dengan air steril, masing-masing 5 menit.
f.     Eksplan siap ditanam.

3.2.4        Pembuatan Media
Pembuatan media VW padat dengan penambahan suplemen air siwalan:
1)      Dimasukkan stok A, stok B, stok C, stok D, stok E, stok F, gula dan ZPT sesuai dengan kebutuhan, ditambah aquades.
2)      Erlenmeyer digoyang dan dipanaskan di atas magnetic stirer.
3)      Ditambah 20% air siwalan.
4)      pH larutan media dalam erlenmeyer diukur (pH 5,6-5,8) pH diatur dengan HCl 1N atau KOH 1 N.
5)      0,06-0,09 g arang aktif.
6)      Ditambahkan 3,5 g agar.
7)      Larutan media dalam erlenmeyer dididihkan kompor gas.
8)      Larutan media VW dituangkan ke dalam botol anggrek streril, masing-masing sebanyak 20 ml.
9)      Botol anggrek berisi media VW ditutup dengan tutup karet dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1 atm, selama 25 menit.
10)  Botol berisi media VW diinkubasi dalam ruang inkubator dengan posisi ditidurkan.
3.3  Pelaksaan
Penanaman dengan media padat VW
1)      Eksplan daun anggrek bulan dalam botol dibawa ke dalam laminar air flow. Di dalam laminar air flow tersebut, lampu spritus, alkohol dalam boks stainless steel, botol media, pinset, dan alat-alat lain telah dipersiapkan.
2)      Kemudian eksplan daun anggrek ukuran 1 x 1 cm diambil dari dalam botol dengan dijepit menggunakan pinset dan dicelupkan ke dalam alkohol.
3)      Selanjutnya eksplan ditanam diatas media VW yang telah di tambah air siwalan dengan cara membenamkan bagian akar tanaman pada media. Dalam satu botol kultur berisi 3 ekslpan.
4)      Cara yang sama diulang untuk semua perlakuan dan ulangan.
5)      Bila penaburan telah selesai, botol segera ditutup dengan plastik dan kemudian diikat dengan karet gelang sampai benar-benar rapat.
6)      Botol-botol yang berisi tanaman anggrek tersebut disimpan dalam ruang inkubator pada suhu 23°C (dapat dilengkapi dengan AC). Keadaan ruang inkubator harus steril.
3.4  Perlakuan
Penelitian ini dilakukan dengan tiga perlakuan dan 3 ulangan.
1.      Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L) + VW
2.      Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L) + VW+ 20% air siwalan
3.      Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L) + VW + 20% air Kelapa
3.5  Pengamatan
Pengamatan dilakukan seminggu setelah inokulasi dan berkala tiap minggunya. Parameter yang diamati meliputi: (1) jumlah ekspaln yang membentuk kalus, (2) jumlah eksplan yang browning (3) jumlah eksplan yang kontam dan (4) presentase eksplan yang hidup.
3.6  Analisis Data
1.      Persentase eksplan yang membentuk kalus
Persentase kalus =    
2.      Persentase kalus yang browning
Kalus browning =    

3.      Persentase eksplan yang kontam
Eksplan yang kontam =  
4.      Persentase eksplan yang hidup
Ekspaln yang hidup =  



















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1  Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan ini didapatkan setelah masa inkubasi berjalan selama 14 hari dari hari penanaman pada tanggal 10 juni 2011. Parameter yang diamati meliputi: (1) jumlah ekspaln yang membentuk kalus, (2) jumlah eksplan yang browning (3) jumlah eksplan yang kontam dan (4) presentase eksplan yang hidup.

Table 3. Hasil pengamatan
Perlakuan
Ulangan
Muncul kalus
Terjadi browning
Terkontam
Tetap hidup
Keterangan
Kontrol
1
-
-
-
-
Tetap
2
-
-
-
-
Tetap
3
-
-
-
-
Tetap
Penambahan air kelapa (20%)
1
-
-
-
-
Tetap
2
-
-
-
-
Tetap
3
-
-
-
-
Tetap
Penambahan air siwalan (20%)
1
-
-
-
-
Tetap
2
-
-
-
-
Tetap
3
-
-
-
-
Tetap

4.2  Pembahasan
Hasil yang didapat menunjukkan dari keseluruhan perlakuan dan ulangan diketahui bahwa tidak terdapat perubahan perkembangan. Kondisi eksplan seluruhnya masih tetap sama dari saat penanaman hingga hari pengamatan. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kerusakan media akibat proses sterilisasi media, kontaminasi jamur atau bakteri, rusaknya stok media dan belum tercapainya lama waktu inkubasi yang ideal.
Tabel hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak terdapat kemungkinan gagalnya perkembangan akibat kerusakan media saat proses sterilisasi. Hal ini dapat terlihat dari media yang tidak mengalami brownig atau berubah warnanya menjadi kecoklatan, karena indikasi kerusakan media akibat proses sterilisasi adalah terjadinya browning.
Faktor selanjutnya yang dapat menyebabkan eksplan gagal berkembang adalah kontaminasi oleh jamur atau bakteri. Dari seluruh perlakuan dan ulangan tidak terlihat adanya ciri-ciri dari perkembangan jamur atau pun bakteri pada media. Dimana apabila terdapat perkembangan jamur, maka akan terlihat bentukan hifa-hifa jamur pada media dan apabila terdapat perkembangan bakteri maka akan terdapat lendir yang berwarna cerah pada media yang menunjukkan koloni bakteri.
Salah satu indikator keberhasilan dalam pembuatan media kultur jaringan tanaman yang baik adalah tingkat kontaminasi media yang kita buat. Semakin sedikit media yang terkontaminasi maka semakin baik tingkat keberhasilan kita. Autoklaf merupakan salah satu alat yang penting dalam pembuatan media kultur jaringan. Autoklaf dapat dipakai untuk membunuh mikroorganisme seperti bakteri dan cendawan, sehingga media yang kita buat dapat steril dari mikroorganisme-mikroorganisme tersebut (Coleman, 2003).
Hal selanjutnya yang mungkin menyebabkan kegagalan perkembangan eksplan anggrek ini adalah rusaknya stok media dan belum tercapainya lama waktu inkubasi yang ideal. Rusaknya stok media sebagai faktor kegagalan mungkin saja benar, karena kegagalan pertumbuhan eksplan anggrek terjadi pada semua perlakuan termasuk pada kontrol. Rusaknya bahan stok mungkin terjadi dikarenakan peneliti membeli bahan stok dalam jumlah kecil dimana tidak diketahui tanggal kadaluarsa bahan. Di samping itu belum tercapainya lama waktu inkubasi yang ideal sebagai faktor kegagalan mungkin saja benar, karena masa inkubasi yang peneliti lakukan masih mencapai dua minggu. Dimana masa inkubasi seharusnya minimal dua minggu untuk eksplan anggrek berkembang.
Dugaan tersebut diperkuat oleh pendapat Sriyanti (2000) yang menyatakan bahwa penulisan informasi pada label botol larutan stok, sangat penting dilakukan untuk menghindari kesalahan dalam penggunaannya, serta untuk mencegah pemakaian bahan kimia yang telah kadaluwarsa. Adapun semua mikroelemen, harus dicampurkan dalam satu larutan stok (tidak secara tunggal). Beberapa bahan kimia akan menjadi terkontaminasi karena terlalu lama disimpan.
Selanjunya Sriyanti juga berpendapat bahwa biji-biji (biji kultur anggrek) dalam botol akan tumbuh menjadi plb, yaitu calon akar, batang, dan daun yang masih berbentuk bulatan kecil. Plb tumbuh dan berwarna hijau setelah berumur 3-4 bulan. Dan 2-3 bulan kemudian, akan tumbuh planlet-planlet yang sangat kecil dan berdesak-desakan.
Pengaruh dari air siwalan dan air kelapa terhadap kultur anggrek Phalaenopsis amabilis L. ini belum bisa diamati karena seluruh eksplan belum menunjukkan pertumbuhan kalus. Fungsi air kelapa mengandung zeatin dan ribozeatin (kelompok zat tumbuh sitokinin) yang mempunyai kemampuan dalam merangsang pembelahan dan diferensiasi sel, terutama dalam hal pembentukan pucuk tanaman dan pertumbuhan akar.
Penggunaan air kelapa dalam kultur jaringan tanaman anggrek Dendrobium sangat menguntungkan dilihat dari hasil penelitian yang telah disajikan. Air kelapa mengandung zat tumbuh dari golongan sitokinin yakni zetein yang kalau dikonversikan dalam jumlahnya sangat kecil tapi sangat berpengaruh terhadap jumlah tunas atau perbanyakan tunas makro anggrek Dendrobium. Zetein mempunyai nilai harga yang sangat tinggi sehingga, denang penggunaan air kelapa sangatlah ekonomis (Parera, 1997).










BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
            Berdasarkan hasil pengamatan dan perbandingan dengan literatur dapat disimpulkan, yaitu:
1.      Air siwalan dan air kelapa belum dapat dijadikan suplemen tambahan pada kultur anggrek ini baik dari kedapatannya dan keefektivan dalam perkembangan kultur anggrek karena hasil dari penelitian belum terlihat.
2.      Belum tumbuhnya eksplan yang ditanam pada media yang diberi air siwalan dimungkinkan karena lama waktu inkubasi belum optimal dan kemungkinan rusaknya bahan pembuat stok.
3.      Hal yang perlu diperhatikan dalam proses kultur jaringan anggrek ini adalah proses sterilisasi alat, media, dan eksplan, serta penyedianan bahan stok media dan lama waktu inkubasi kultur anggrek.


5.2 Saran
            Saran untuk penelitian selanjutnya hal yang perlu diperhatikan setelah eksplan ditanam adalah memperhatikan lama waktu inkubasi eksplan tersebut agar dapat berkembang optimal, serta dalam pengadaan bahan stok. 










DAFTAR PUSTAKA
Amilah, dan Astuti, Yuni. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge Dan Kacang Hijau Pada Media Vacin And Went (VW) Terhadap Pertumbuhan Kecambah Anggrek Bulan ( Phalaenopsis amabilis L). BULLETIN Penelitian No.09 .hal: 1-20.
Coleman, J. O. D., Evans, D.E., and Kearns, A. 2003. Plant Cell Culture. New York: BIOS Scientific Publishers.

FAO. 2011. Composition and Characteristics of Selected Palm Products. http://www.fao.org/docrep/x0451e/x0451e11.htm.
Gunawan, L. W. 1990. Budidaya Anggrek. Jakarta: Penebar Swadaya.
Hadisaputrauji, Falah, Fathul. 2008. Sitotoksik Ekstrak Etanol Kultur Akar Ceplukan (Physalis angulata L.) Yang Ditumbuhkan Pada Media Murashige-Skoog Dengan Peningkatan Konsentrasi Sukrosa Terhadap Sel Myeloma.
Hendaryono, Daisy, P. Sryanti. 2006. Anggrek dalam Botol. Yogyakarta: Kanisius.
Iswanto, H. 2001. Anggrek Phalaenopsis. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Pareara, Dj., F., 1997. Pengaruh Tingkat Konsentrasi Air Kelapa Terhadap Pertumbuahan Dan Perbanyakan Tanaman Anggrek Dendrobium Spp Melalui Teknik Kultur Jaringan. Jurnal Ilmu Pengetahuaan dan Teknologi. Vol. 2. Hlm: 57-64.
Pitojo, Setijo dan Zumiati. 2009. Pewarna Nabati Makanan. Yogyakarta: Kanisius.
Ritonga, Arya, Widura. 2007. Pembuatan Media Kultur Jaringan Tanaman. Laporan Pratikum Dasar-Dasar Bioteknologi Tanaman. Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Rukmana, R. 2000. Budidaya Anggrek Bulan. Yogyakarta: Kanisius.
Sandra, Edhi. 2004. Kultur Jaringan Anggrek Skala Rumah Tangga. Depok: Agromedia Pustaka.
Widiastoety, D. dan Farid A. Bahar. 1995. Pengaruh berbagai Sumber dan Kadar Karbohidrat terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura. 5(3):76-80.
Widiastoety, D., S. Kusumo dan Syafni. 1997. Pengaruh Tingkat Ketuaan Air Kelapa dan Jenis Kelapa terhadap Pertumbuhan Plantlet Anggrek Dendrobium. Jurnal Hortikultura. 7(3):768-772.
Widiastoety, D. dan Nurmalinda. 2010. Pengaruh Suplemen Nonsintetik terhadap Pertumbuhan Planlet Anggrek Vanda. Jurnal Hortikultura. Vol. 20 No. 1. Hlm:60-61.
Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman, Solusi Perbanyakan Tanaman. Jakarta: Bumi Aksara.




















LEMBAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perhitungan
Pengelompokan Bahan Kimia (Stok) media VW dan Cara Hitung 100 x konsentrasi.

1.      Stok A
(NH4)2SO4  = 25 g/l
= x 100 konsentrasi
= 2,5 gr/100 ml

2.      Stok B
KNO3 = 26,25 g/l
= x 100 konsentrasi
=2,625 gr/100 ml

3.      Stok C
KH2PO4 = 50 g/l
= x 100 konsentrasi
= 5 gr/l
4.      Stok D
MgSO4.7H2O = 5 g/l
=  x 100 konsentrasi
=5 gr/100 ml
MnSO4.4H2O =1,5 mg/l
=  x 100 konsentrasi
=0,15 gr/ 100 ml

5.      Stok E
(Ca2)3PO4= 25 mg/l
=  x 100 konsentrasi
= 2,5 gr/100 ml

6.      Stok F
Fe3-tetrat = 2,8
=  x 100 konsentrasi
= 0, 28 gr/100 ml
7.      ZPT
2,4 D,  BAP, IAA, BAP, kinetin = 50 mg/ 100 ml




Lampiran 2. Pembuatan Stok VW
a)      Stok A: (NH4)2SO4 2,5 g/100 ml
1)      Dimbang (NH4)2SO4 sebanyak 2,5 g.
2)      Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml, lalu tambahkan aquades secukupnya dan diaduk hingga bahan tersebut larut sempurna.
3)      Setelah larut, dipindah ke dalam labu takar 100 ml.
4)      Ditambah lagi aquades sampai tanda tera.
5)      Dicampur merata bahan tersebut dengan cara membolak-balikkan labu takar.
6)      Dipindah larutan ke dalam botol reagen dan diberi label.
7)      Disimpan di dalam lemari pendingin.
b)      Stok B: KNO3 2,62 g/100ml
1)      Ditimbang KNO3 sebanyak 2,62 g.
2)      Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(2)-(6)].
3)      Disimpan di dalam lemari pendingin.

c)      Stok C: KH2PO4 5 g/100 ml
1)      Ditimbang  KH2PO4 sebanyak 5 g.
2)      Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(2)-(6)].
3)      Disimpan di dalam lemari pendingin.
d)     Stok D: MgSO4.7H2O 5 g/100 ml
MnSO4.4H2O 0,15 g/ 100 ml
1)      Ditimbang masing-masing zat di atas secara terpisah.
2)      Tahap selanjutnya sama dengan stok A [(2)-(6)].
3)      Disimpan di dalam lemari pendingin.
e)      Stok E: (Ca2)3PO4 2,5 g/ 100 ml
1)      Langkah kerjanya sama seperti stok A [(2)-(6)], namun sebagai pelarut digunakan HCl 1 N.
2)      Kemudian tambahkan aquades sampai volumenya 100 ml.
3)      Disimpan di dalam lemari pendingin.
f)       Stok F: Fe3-tartrat 0,28 g/ 100 ml
1)      Langkah kerjanya sama seperti stok A [(2)-(6)], namun saat pelarutan Fe3-tartrat perlu dilakukan pemanasan secara perlahan-lahan.
2)      Disimpan di dalam lemari pendingin.
g)      Stok ZPT
1)      Ditimbang 2,4-D, BAP, IAA, kinetin, IBA, dan NAA masing-masing 50 mg secara terpisah.
2)      - Dilarutkan 2,4-D, IAA, dan NAA dengan sedikit KOH 1 N secara terpisah.
-   Dilarutkan BAP dan kinetin dengan HCl 1 N secara terpisah.
4)      Dipindahkan masing-masing ZPT tersebut ke dalam labu takar 100 ml.
5)      Ditambahkan aquades ke dalam masing-masing labu takar hingga volumenya mencapai 100 ml.
6)      Dimasukkan ke gelas reagen, diberi label dan disimpan di dalam lemari pendingin.

















Lampiran 3. Foto Pengamatan
-          Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L) + VW
  

-          Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L) + VW+ 20% air siwalan
  

-          Anggrek Bulan (Phalaenopsis amabilis L) + VW + 20% air Kelapa
  

2 komentar:

  1. makasih infonya sangat membantu.........

    BalasHapus
  2. Coin Casino Review - Bonuses, Games, Banking and More
    Casino is a new and septcasino innovative online casino. We review everything you need to know 바카라 사이트 about 인카지노 its bonuses, games, banking options and other things.

    BalasHapus