Senin, 17 Oktober 2011

PHYLUM VERTEBRATA KELAS OSTEICHTYES (IKAN BERTULANG KERAS)


TUGAS MAKALAH

PHYLUM VERTEBRATA
KELAS OSTEICHTYES
(IKAN BERTULANG KERAS)

Dosen pembimbing:
Kiptiyah, M.Si
Oleh Kelompok V:
1.      Khoirul Imami                         08620030
2.      Wardaniah Faradiska              08620031
3.      Aland Yusro A.                      08620032
4.      Nuris Fajroti                            08620033
5.      Rina Puji A.                            08620034
6.      Rahma Nauma H.                   08620035
7.      Lia Kriswandini                      08620036









JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2010
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Pisces dapat dibagi menjadi kelompok Chondrichthyes (ikan tulang rawan) dan Osteichthyes (ikan tulang keras). Cohen (1970), menyatakan bahwa ada 515-555 jenis Chondrichthyes dan 19.135-20.980 Osteichthyes. Jumlah ini jauh lebih banyak dari seluruh vertebrata yang ada karena kurang lebih 80 % permukaan bumi tertutup air. Ada beberapa spesies ikan yang hidup di air tawar dan hidup di air asin. Cohen (1970), memperkirakan 58,2 % spesies hidup di laut dan 41,2% hidup di perairan air tawar. Diantara 41,2% ikan air tawar tersebut merupakan ikan asli air tawar (primer), 8,1% ikan bukan asli air tawar tetapi sudah teradaptasi di perairan tawar atau akibat domestikasi (sekunder) dan 0,6 % diodromous (ikan yang hidupnya selalu berpindah dari air tawar ke air asin atau sebaliknya).
Secara keseluruhan ikan lebih toleran terhadap perubahan suhu air, beberapa spesies mampu hidup pada suhu air mencapai 290C, sedangkan jenis lain dapat hidup pada suhu air sangat dingin, akan tetapi kisaran toleransi suhu umumnya terbatas.  Ikan air tawar yang hidup di sungai yang suhunya -40C, pada hakekatnya suhu tubuh ikan sama dengan suhu air sungai  itu atau dengan kata lain disebut entotermik adapula yang menyebut poikilotermik, artinya suhu tubuh sangat tergantung suhu lingkungan.
Kemampuan ikan dalam beradaptasi dengan lingkungan sangat mengagumkan, sampai-sampai Allah berfirman dalam surat Al-Kahfi ayat 63:
tA$s% |M÷ƒuäur& øŒÎ) !$uZ÷ƒurr& n<Î) Íot÷¢Á9$# ÎoTÎ*sù àMŠÅ¡nS |Nqçtø:$# !$tBur çmÏ^9|¡øSr& žwÎ) ß`»sÜø¤±9$# ÷br& ¼çntä.øŒr& 4 x sƒªB$#ur ¼ã&s#Î6y Îû ̍óst7ø9$# $Y7pgx ÇÏÌÈ  
Artinya: “Muridnya menjawab: "Tahukah kamu tatkala kita mecari tempat berlindung di batu tadi, Maka Sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali".
Ayat di atas mengisyaratkan pada kita bahwa ikan dibekali oleh kemampuan khusus dalam menjalani kehidupannya.  Kita juga dapat memperoleh banyak manfaat dari ikan yang ada di sekitar kita.

1.2  Batasan Masalah
Makalah ini membahas mengenai morfologi luar dan anatomi internal ikan tulang keras (Osteichtyes) yang meliputi klasifikasi, anatomi eksternal, sistem skeleton, sistem otot, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi, sistem ekskretori, sistem saraf dan organ, sistem rerproduksi serta sistem endokrin.  Contoh ikan tulang keras yang kami angkat adalah ikan mujair (Oreochromis  mossambicus).





















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Klasifikasi
            Klasifikasi ikan mujair menurut W. Peters (1852) adalah sebagai berikut:
Kerajaan Animalia
Filum Chordata
Kelas Actinopterygii
Ordo Perciformes
Familia Cichlidae
Genus Oreochromis
Spesies Oreochromis  mossambicus
2.2 Anatomi Eksternal
Pisces adalah binatang bertulang belakang yang hidup di air, bernafas dengan insang. Ikan mempunyai sirip yang berfungsi untuk berenang dan tubuh yang ramping untuk memudahkan bergerak di dalam air. Secara umum ciri-ciri pisces ialah hidup di air, memiliki sirip untuk menentukan arah gerak di dalam air, memiliki gurat sisi untuk mengetahui tekanan air, memiliki suhu badan poikiloterm atau berdarah dingin yaitu suhu badan disesuaikan dengan lingkungan, dan berkembangbiak dengan cara bertelur atau ovipar. Kelompok pisces dibedakan berdasarkan penyusun rangka tubuhnya menjadi dua, yaitu ikan berkerangka tulang rawan (chondrichtyes) dan ikan berkerangka tulang keras atau sejati (osteichtyes).
Bentuk dasar tubuh eksternal ikan sangat bervariasi, bentuk fusiform, membulat, panjang, pipih dorso-ventral atau latero-lateral dan dilengkapi dengan beberapa sirip. Bentuk eksternal ikan merupakan bentuk adaptasi dengan factor lingkungan tempat hidupnya. Ikan memiliki variasi warna menurut spesies, jenis kelamin, perkembangan masa birahi, atau sebagai bentuk penyamaran. Sisik pada ikan merupakan salah satu bentuk proteksi eksternal. Sisik stenoid dan sikloid akan berkembang mengikuti umur ikan, sehingga muncul cincin pertumbuhan yang disebut sirkuli. Pada daerah beriklim sedang, saat musim dingin pertumbuhan yang terjadi sangat lambat sehingga jarak antar sirkuli sangat sempit sehingga membentuk garis gelap yang disebut annulus. Usia ikan dapat diperkirakan dengan menghitung jumlah annuli maka (Fujaya, 2004).
Sirip merupakan alat tambahan yang befungsi untuk mengatur kedudukan, gerakan, arah gerakan maupun menjaga keseimbangan pada posisi diam. Letak, ukuran, dan bentuk sirip sangat berhubungan dengan bentuk tubuh secara keseluruhan dan sifat ikan yang bersangkutan. Masing-masing sirip dikontrol oleh serangkaian otot dan didukung pada bagian internal oleh sejumlah jari-jari tulang rawan atau tulang keras.
Ikan pada umumnya memiliki mata latero-lateral atau di permukaan dorsal tubuh. Mata ikan dapat mengenali warna arena indeks refraktif air, maka untuk mefokuskan pandangan lensa mata dapat bergerak keluar masuk. Sepasang lobang hidung terdapat pada bagian anterior, dapat berfungsi mendeteksi bau dan mungkin sangat sensitif (Radiopoetro, 1996).
2.3 Anatomi Internal
Anatomi internal pada ikan meliputi sistem skeleton, sistem otot, sistem pencernaan, sistem sirkulasi, sistem respirasi, sistem ekskretori, sistem saraf dan organ, sistem rerproduksi serta sistem endokrin.
2.3.1        Sistem Skeleton
Rangka ikan berdasarkan letaknya dapat dibedakan menjadi eksoskeleton dan endoskeleton. Eksoskeleton merupakan rangka luar, misalnya sisik ikan sedangkan endoskeleton adalah rangka dalam, misalnya columna vertebralis.  Rangka pada ikan sebagaimana pada vertebrata lain adalah sebagai penegak tubuh, penyokong organ tubuh.
Menurut Jasin (1984), sistem rangka ikan terbagi atas tulang rawan, jaringan pengikat, sisik (squama), komponen-komponen gigi, jari-jari sirip serta penyokong sel pada sistem saraf.
Secara tidak langsung, bentuk rangka menentukan bentuk tubuh ikan yang beraneka ragam.Bentuk tubuh ikan merupakan interaksi antara sistem rangka dengan sistem otot serta evolusi dalam adaptasi kedua sistem tersebut terhadap lingkungannya. Rangka yang menjadi penegak tubuh ikan terdiri dari tulang rawan dan atau tulang sejati. Osteichthyes terdiri dari tulang sejati. Sebagian besar tulang Osteichthyes pada permulaannya terbentuk melalui tahap tulang rawan, kemudian materialnya menjadi tulang sejati dalam bentuk bentuk yang khusus melalui osifikasi. Osifikasi merupakan proses perubahan tulang rawan menjadi tulang sejati atau tulang keras (Fujaya, 2004).
Sisik dan sirip merupakan eksoskleton, sedang endoskeleton terdiri atas tulang tempurung kepala , columna vertebralis, cingulum pectoralis, tulang-tulang kecil tambahan yang menyokong sirip. Tulang-tulang tempurung kepala terdiri atas cranium sebagai tempat otak, capsula untuk tempat beberapa pasang organon  sensoris (olfactory, optic, auditory) dan skeleton viceralis, yang merupakan bagian pembentuk tulang rahang dan penyokong lidah insang untuk mekanisme.  Tengkorak (tempurung)  kepala melekat dekat sekali dengan columna vertebralis, oleh karena itu ikan tidak bisa memutar kepalanya.  Gigi biasanya terdapat pada tulang premaxillary dentary, vomer dan tulang palatine (Jasin, 1984).
Ikan seperti pada hewan lain, melakukan gerakan dengan dukungan alat gerak. Pada ikan, alat gerak yang utama dalam melakukan manuver di dalam air adalah sirip. Sirip ikan juga dapat digunakan sebagai sumber data untuk identifikasi karena setiap sirip suatu spesies ikan memiliki jumlah yang berbeda dan hal ini disebabkan oleh evolusi (Jasin, 1989).
Menurut Hardikastowo (1984), sirip pada ikan terdiri dari beberapa bagian yang dinamakan sesuai dengan letak sirip tersebut berada pada tubuh ikan, yaitu:
1.      Pinna dorsalis (dorsal fin) adalah sirip yang berada di bagian dorsal tubuh ikan dan berfungsi dalam stabilitas ikan ketika berenang. Bersama-sama dengan pinna analis membantu ikan untuk bergerak memutar.
2.      Pinna pectoralis (pectoral fin) adalah sirip yang terletak di posterior operculum atau pada pertengahan tinggi pada kedua sisi tubuh ikan. Fungsi sirip ini adalah untuk pergerakan maju, kesamping dan diam (mengerem).
3.      Pinna ventralis (ventral fin) adalah sirip yang berada pada bagian perut. Ikan dan berfungsi dalam membantu menstabilkan ikan saat berenang. Selain itu, juga berfungsi dalam membantu untuk menetapkan posisi ikan pada suatu kedalaman.
4.      Pinna analis (anal fin) adalah sirip yang berada pada bagian ventral tubuh di daerah posterior anal. Fungsi sirip ini adalah membantu dalam stabilitas berenang ikan.
5.      Pinna caudalis (caudal fin) adalah siripikan yang berada di bagian posterior tubuh dan biasanya disebut sebagai ekor. Pada sebagian besarikan, sirip ini berfungsi sebagai pendorong utama ketika berenang (maju) clan juga  sebagai kemudi ketika bermanuver.
6.      Adipose fin adalah sirip yang keberadaannya tidak pada semua jenis ikan. Letak sirip ini adalah pada dorsal tubuh, sedikit di depan pinna caudalis.
Gambar 2.1
 

Menurut Hildebrand (1982), anatomi sirip ekor dapat dibedakan atas 4 tipe, antara lain:
1.      Protocercal, yaitu bila akhir kolumna vertebralis sampai pada ujung ekor dan ekornya berujung tumpul.
2.      Diphicercal, bila akhir kolumna vertebralis sampai ujung ekor dan ekornya berujung meruncing.
3.      Homocercal, bila kolumna vertebralis berakhir tidak pada ujung ekor, tetapi sedikit membelok ke atas dengan ujung ekor terbagi menjadi dua bagian yang sama.
4.      Heterocercal, bila kolumna vertebralis berakhir menjorok ke salah satu ujung ekor yang membagi diri menjadi dua bagian yang tidak sama. Dibedakan menjadi episirkal dan hiposirkal.
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk utama sirip ekor (a) membulat, (b) bersegi, (c) sedikit cekung atau berlekuk tunggal, (d) bulan sabit, (e) bercagak, (f) meruncing, (g) lanset (Hildebrand, 1982).
Gambar 2.3 Bagian sirip punggung pertama yang keras (a) dan bagian kedua yang lunak (b) (Hildebrand, 1982).
Gambar 2.4 Skema gabungan dua sirip punggung (Hildebrand, 1982).
Gambar 2.5 Jari-jari sirip punggung pertama yang keras (a) dan sirip lemak pada sirip punggung (b) (Hildebrand, 1982).
Djuhanda (1983) menjelaskan bahwa sisik-sisik pada hewan, secara struktur umumnya merupakan bagian dari sistem integumen, yakni penutup luar tubuh binatang. Ada beberapa macam sisik ikan yang dikenal, yakni :
1.      Sisik kosmoid (cosmoid) sisik kosmoid yang sesungguhnya hanya dijumpai pada ikan-ikan bangsa Crossopterygi yang telah punah. Sisik ini berlapis-lapis, di mana lapisan terdalam terbangun dari tulang yang memipih. Di atasnya berada selapis tulang yang berpembuluh darah, dan di atasnya lagi, selapis bahan serupa email gigi yang disebut kosmin (cosmine). Kemudian di bagian terluar terdapat lapisan keratin.  Ikan coelacanth memiliki semacam sisik kosmoid yang telah berkembang, yang kehilangan lapisan kosmin dan lebih tipis dari sisik kosmoid sejati.
2.      Sisik ganoid Sisik-sisik ganoid ditemukan pada ikan-ikan suku Lepisosteidae dan Polypteridae. Sisik-sisik ini serupa dengan sisik kosmoid, dengan sebuah lapisan ganoin terletak di antara lapisan kosmin dan enamel. Sisik-sisik ini berbentuk belah ketupat, mengkilap dan keras.
3.      Sisik plakoid Sisik-sisik plakoid dimiliki oleh ikan hiu dan ikan-ikan bertulang rawan lainnya. Sisik-sisik ini memiliki struktur serupa gigi.
4.      Sisik leptoid Sisik-sisik leptoid didapati pada ikan-ikan bertulang keras, dan memiliki dua bentuk. Yakni sisik sikloid (cycloid) dan ktenoid (ctenoid).
Gambar 2.6
 
                  
Sisik-sisik sikloid memiliki tepi luar yang halus, dan paling umum ditemukan pada ikan-ikan yang lebih primitif yang memiliki sirip-sirip yang lembut. Misalnya adalah ikan-ikan salem dan karper. Sisik-sisik ktenoid bergerigi di tepi luarnya, dan biasanya ditemukan pada ikan-ikan yang lebih ‘modern’ yang memiliki sirip-sirip berduri. Sejalan dengan pertumbuhannya, sisik-sisik sikloid dan ktenoid terus bertambah lingkaran tahunnya. Sisik-sisik ini tersusun di tubuh ikan seperti genting dengan arah menutup kebelakang, sehingga memungkinkan aliran air yang lebih lancar di sekeliling tubuh dan mengurangi gesekan (Djuhanda, 1982).
2.3.2        Sistem Otot
Tubuh dan ekor sebagian besar tersusun oleh otot daging yang bersegmen (Myomers) otot daging itu melekat pada vertebrata jari-jari penyokong. Bagian-bagian otot daging itu lebar dan berbentuk lapisan yang zig-zag memanjang ke belakang. Antara segmen-segmen terdapat lapisan jaringan ikat seolah-olah sebagai septa (mycomata). Otot daging pada sirip, bagian insang dan kepala adalah kecil.
Fungsi utama sistem otot adalah untuk berbagai variasi gerak dari organ tubuh. Gerak otot pada ikan terutama untuk membuka dan menutup mulut, menggerakan mata, membuka dan menutup insang, menggerakan sirip dan gerakan ke atas atau ke samping atau melawan arus air. Gerakan tersebut hanya memerlukan sistem otot sederhana. Jenis otot pada ikan  adalah otot lurik, polos,  jantung. Kerja sistem otot pada ikan dikontrol oleh rangsang saraf. Beberapa spesies ikan  memodifikasi urat daging menjadi organ listrik pada ± 250 spesies ikan terutama ikan-ikan laut, di daerah tropis dan sub-tropis. Fungsi modifikasi tersebut adalah untuk pertahanan diri (voltase listrik yang dihasilkan tinggi) dan untuk mencari makan (voltase rendah) (Sukiya, 2005).
Tipe otot tubuh ikan masih menampakkan susunan segmen dengan septa.  Jika tubuh ikan di potong tegak lurus dengan punggung akan tampak bahwa otot-otot tersusun menurut lingkaran-lingkaran konsentris. Potongan otot yang melingkar ini tersusun dari arah kranial berbentuk kerucut. Ikan bertulang rawan dan ikan bertulang sejati, otot aksial dipisahkan oleh septum lateral (septum horizontal) menjadi otot epaksial di bagian dorsal dan otot hipaksial di bagian ventral. Otot epaksial diinervasi oleh percabangan dorsal saraf spinal sedangkan otot hipaksial diinervasi oleh percabangan ventral saraf spinal.
Otot-otot brankial berfungsi untuk menutup dan membuka lubang insang dan mulut, terutama otot dorsal dan ventral dan elevator. Otot ini diinervasi oleh saraf spinal, tidak seperti oleh otot aksial yang diinervasi oleh saraf kranial.  Kelompok lain adalah otot hipobrankial yang memenjang di ventro anterior insang mulai dari daerah korakoid sampai rahang dan bagian ventral arkus brankialis.  Otot tersebut adalah otot aksial yang berasal dari daerah brankiomerik, diinervasi oleh saraf spinal. Otot sirip pada ikan yang paling banyak adalah berupa otot ektensor dorsal dan fleksor ventral (Sukiya, 2005).
2.3.3        Sistem Pencernaan
Secara umum, proses pencernaan ikan sama dengan vertebrata yang lain.  Namun, ikan memiliki beberapa variasi terutama dalam hubungannya dengan cara memakan. Alat pencernaan ikan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Pada umumya, saluran pencernaan ikan berturut-turut dimulai dari segmen mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rectum, dan anus.  Sedangkan sel atau kelenjar pencernaan terdapat pada lambung, hati, dan pankeas (Fujaya, 2004).
Makanan ikan bertulang keras (Osteichthyes) berupa kepala serangga, molluska, dan ikan-ikan kecil. Gigi pada ikan bertulang keras tidak digunakan untuk memakan mangsa, tapi hanya menangkap mangsa (Boolootian, 1979).
Saluran pencernaan pada ikan dimulai dari rongga mulut (cavum oris).  Pada rongga mulut terdapat gigi-gigi kecil yang berbentuk kerucut pada geraham bawah dan lidah pada dasar mulut yang tidak dapat digerakkan. Lidah ikan banyak menghasilkan lendir, tetapi tidak menghasilkan ludah (enzim). Dari rongga mulut, makanan masuk ke  esophagus melalui faring yang terdapat di daerah sekitar insang kemudian makanan di dorong masuk ke lambung. Lambung ikan pada umumnya membesar dan tidak memiliki batas yang jelas dengan usus. Dari lambung, makanan masuk ke usus yang berupa pipa panjang berkelok-kelok dan sama besarnya. Usus bermuara pada anus.
Struktur dan fungsi saluran pencernaan pada ikan dapat dijelaskan sebagai berikut :
a.    Mulut
Struktur anatomi mulut erat kaitannya dengan cara mendapatkan makanan, ada mulut yang dapat disembulkan ke depan seperti ikan belanak.  Adapula yang tidak dapat disembulkan. Di sekitar bibir pada beberapa ikan tertentu terdapat sungut yang mencari makanan di dasar perairan. Sungut ini berperan sebagai alat peraba atau pendeteksi makanan. Posisi mulut juga berkaitan dengan kebiasaan makan ikan, misalnya ikan mas memiliki mulut yang terletak di ujung hidung, sedangkan ikan julung-julung terletak di atas hidung (Fujaya, 2004).
Posisi mulut pada ikan sangatlah bervariasi di setiap jenis ikan. Hal ini sangat tergantung dari kebiasaan memakan ikan, jenis pakan yang dimakan serta ukuran pakan yang sesuai dengan bukaan mulut ikan. Jadi fungsi dari mulut adalah sebagai alat untuk memasukkan makanan. Makanan oleh ikan tidak dikunyah atau dicerna seperti vertebrata kecuali beberapa jenis ikan herbivor. Mulut dan tepi mulut dilengkapi dengan ujung saraf dan gigi yang berbeda-beda letak, jumlah dan morfologinya. Lapisan rongga mulut terdiri dari sel epitel lendir berlapis menempel pada membran dasar yang tebal dan dilekatkan pada tulang atau urat daging dengan dermis yang tebal. Secara histologis, rongga mulut dan faring seperti epitel kulit, mempunyai sel kejut lebih sedikit dan sel lendir lebih banyak ditemukan di seluruh permukaan. Lamina propria yang padat dan submukosa dari tenunan ikat alveolar terdapat di bawah epitel mukosa. Bagian faring posterior dilapisi bentuk lipatan longitudinal yang pipih. Rongga tutup insang sekitar insang mempunyai epitel tebal dengan beberapa sel lendir dan sel kejut. Gigi bila ada terdapat pada tulang faring bawah dan atas, sedangkan gigi rahang dan faring kecil dan jumlahnya banyak.
Rongga mulut dilapisi sel-sel penghasil lendir yang berperan mempermudah jalannya makanan ke segmen berikutnya, juga terdapat organ pengecap yang berfungsi menyeleksi makanan. Pada ikan yang memiliki gigi dalam rongga mulut, gigi tersebut berperan dalam mengambil, mencengkeram, merobek, memotong atau menghancurkan makanan atau merupakan alat pencernaan makanan secara mekanik.
Pada sebagian ikan ada yang memiliki semacam lidah yaitu suatu penebalan dari bagian depan tulang archoyden yang kaya akan sel mucus dan organ pengecap. Pada langit-langit bagian belakang terdapat organ palatin, yang merupakan penebalan dari lapisan mucosa. Organ ini terdiri atas lapisan otot dan serat kolagen yang berfungsi dalam proses penelanan makanan dan membantu membuang kelebihan air pada makanan yang dimakan, juga sangat penting dalam proses pemompaan air dari organ mulut ke bagian rongga insang (Fujaya, 2004).
b. Faring         
Pada ikan filter feeding proses penyaringan makanan terjadi pada segmen ini karena tapis insang mengarah ke segmen faring. Lapisan permukaan faring hampir sama dengan rongga mulut, kadangkala masih ditemukan organ pengecap.  Jika material yang ditelan bukan makanan maka akan dibuang melalui insang (Radiopoetro, 1984).
c. Esophagus
Permulaan dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti pipa, mengandung lendir untuk membantu penelanan makanan. Pada ikan laut esophagus berperan dalam penyerapan garam melalui difusi pasif menyebabkan konsentrasi garam air laut yang diminum menurun sehingga memudahkan penyerapan air oleh usus belakang dan rectum (Fujaya, 2004).
d. Lambung
Lambung berfungsi sebagai penampung makanan. Pada ikan yang tidak berlambung fungsi penampung makanan digantikan oleh usus depan yang dimodifikasi menjadi kantong yeng membesar. Pada ikan tak bergigi (biasanya herbivora) terdapat gizzard yang berfungsi untuk menggerus makanan. Seluruh permukaan lambung ditutupi oleh sel mucus yang mengandung mukopolisakarida yang agak asam berfungsi sebagai pelindung dinding lambung dri kerja asam klorida. Di bagian luar sel epitellium terdapat lapisan lendir sebagai hasil sekresi sel mucus tersebut. Sel-sel penghasil cairan gastric terletak di bagian bawah dari lapisan epitellium mensekresikan pepsin dan asam klorida. Berbeda dengan mamalia pada ikan pencernaan secara kimiawi dimulai di bagian lambung, bukan di bagian rongga mulut, karena ikan tidak memiliki kelenjar air liur (Fujaya, 2004).


e. Pylorus
Pylorus merupakan segmen yang terletak antara lambung dan usus depan.  Segmen ini sangat mencolok karena ukurannya yang mengecil. Pada beberapa ikan terdapat usus-usus kecil dan pendek yang disebut pyloric caeca. Saat menyempitnya saluran pencernaan pada segmen ini berarti bahwa segmen pylorus berfungsi sebagai pengatur pengeluaran makanan (chyme) dari lambung ke segmen usus (Fujaya, 2004).
f. Usus
Usus merupakan segmen yang terpanjang dari saluran penceraan. Pada bagian depan usus terdapat dua saluran yang masuk ke dalam yaitu saluran yang berasal dari kantung empedu dan yang berasal dari pancreas. Lapisan mukosa usus tersusun oleh selapis sel epitellium dengan bentuk prismatic. Pada lapisan ini terdapat tonjolan membentuk sarang tawon pada usus bagian depan dan lebih beraturan pada usus bagian belakang, terutama pada ikan lele. Bentuk sel yang umum ditemukan pada epithelium usus adalah enterosit dan mukosit. Enterosit merupakan sel yang paling dominan dan diantara enterosit terdapat mukosit.  Jumlah mukosit semakin meningkat ke arah bagian belakang usus. 
Enterosit merupakan sel yang permukaan atasnya mengarah memiliki mikrovili yang berperan dalam penyerapan makanan. Secara histologis enterosit pada ikan yang telah menyerap zat makanan akan berwarna keputih-putihan dan berbeda sekali dengan sel yang tidak menyerap zat makanan. Mukosit merupakan sel penghasil lendir yang berbentuk piala. Bagian bawah mukosit mengandung mucigen yang akan berubah menjadi lendir jika telah dilepaskan oleh sel dan bereaksi dengan air (Fujaya, 2004).
g. Rectum
Rectum merupakan segmen saluran pencernaan terujung. Segmen rectum berfungsi dalam penyerapan air dan ion. Adanya penyerapan air ini dapat dilihat dari kondisi feces yang umumnya berbentuk kompak, berbeda dengan keadaannya ketika masih terdapat dalam usus bagian belakang. Pada larva ikan selain fungsi tersebut rectum juga berfungsi untuk penyerapan protein (Fujaya, 2004).


i. Anus
Anus merupakan ujung dari saluran pencernaan. Pada ikan bertulang sejati anus terletak di sebelah depan saluran genital.

 

Gambar 2.7 Organ pencernaan pada ikan (Clemens, 2008).
2.3.4        Sistem sirkulasi
Sistem sirkulasi pada ikan berupa sistem sikulasi tunggal. Jantung ikan hanya terisi darah yang tidak mengandung oksigen. Darah dari jantung dipompa menuju ke insang untuk diisi oksigen lalu diedarkan ke seluruh tubuh. Jantung hanya memiliki dua bilik yaitu atrium dan ventrikel. Darah sebelum masuk ke dalam atrium terlebih dahulu melewati sinus venosus, dari atrium darah menuju ventrikel (Sukiya, 2005).                       
Cor terletak di bawah pharinx dalam rongga pericardium dari rongga coelom sebelah anterior, terdiri atas dua bagian yaitu ventriculum, dan auriculum/atrium. Darah kembali ke cor melalui vena kemudian berkumpul pada sinus venosus, kembali masuk ke auriculum. Darah dari auriculum melalui ventriculum yang berdinding tebal dipompa menuju insang melalui conus arteriosus, aorta ventralis, empat pasang arteri branchialis. Saluran terakhir ini akan menyalurkan darah melalui kapiler dalam insang untuk mengambil oksigen. Kemudian darah dikumpulkan melalui arteri efferent branchialis menuju aorta dorsalis, kemudian beredar melalui cabang arteri seperti pada chondrichtyes. Kembalinya darah melalui vena dan cardinalis anterior dan posterior, serta sebuah vena porta hepatica (Jasin, 1984).
Darah ikan memiliki inti, dan volumenya hanya mencapai sekitar 5% dari total berat tubuh ikan.  Komposisi darah ikan terdiri dari plasma dan komponen seluler yang meliputi sel darah merah dan sel darah putih (Fujaya, 2004).
2.3.5        Sistem Respirasi
Pernafasan dilakukan oleh insang yang terdapat dalam empat pasang kantong insang yang terletak disebelah pharynx di bawah operculum. Secara embriologis, celah insang tumbuh sebagai hasil dari serentetan evaginasi faring yang tumbuh ke luar dan bertemu dengan invaginasi dari luar. Setiap kali mulut dibuka maka air dari luar akan masuk menuju faring kemudian keluar lagi melewati celah insang.  Lamella insang berupa lempengan tipis yang diselubungi epitel pernafasan menutup jaringan vaskuler dan busur aorta, sehingga karbondioksida darah dapat bertukar dengan oksigen terlarut di dalam air. Terdapat variasi perlengkapan insang pada berbagai ikan. Tiap bilah insang terdiri atas lembaran ganda filamen. Tiap filamen tersusun atas banyak plat transversal yang dibungkus oleh lapisan ephitelium yang banyak mengandung pembuluh darah kapiler yang berada di antara afferent brancialis dan efferent branchialis (lengkungan insang) dan pada perbatasannya terdapat sisir duri yang berfungsi menahan makanan dan benda-benda keras lain lewat celah insang pada saat pernafasan berlangsung. Waktu bernafas operculum menutup melekat pada dinding tubuh, archus branchialis mengembang ke arah ventral.  Air masuk melalui mulut, kemudian klep mulut menutup, sedang archus branchialis berkontaksi, dengan demikian operculum terangkat terbuka. Selanjutnya air mengalir ke luar melalui filamen.  Pada saat itulah darah mengambil oksigen dan melepaskan karbondioksida. Gelembung udara atau gelembung renang (Vesica pneumattica) berdinding tebal terdapat dalam rongga tubuh sebelah dorsal. Gelembung ini mempunyai hubungan dengan pharynx melalui ductus pneumattica. Saluran ini hanya terdapat pada beberapa ikan tertentu saja (Jasin, 1984).
Gambar 2.8
 
 

2.3.6        Sistem Ekskretori
Sistem urogenital terdiri atas dua bagian yaitu sistem ekskresi dan sistem urogenital. Sistem ekskresi ikan berfungsi untuk regulasi kadar air tubuh, menjaga keseimbangan garam dan mengeliminasi sisa nitrogen hasil dari metabolism protein. Sehingga berkembang 3 tipe ginjal yaitu pronefros, mesonefros dan metanefros. Air, garam dan sisa metabolisme dalam aliran darah masuk ke dalam kapsula dan mengalir ke dalam tubulus ke duktus arkinepridikus dan akhirnya ke luar tubuh. Sistem ini ada yang berubah karena variasi kebutuhan hidup ikan. Pada ikan hiu, fungsi duktus gonad dan ginjal telah berkembang dilengkapi dengan duktus urinary (Sukiya, 2005).
Pada semua vetebrata, perkembangan ginjal berawal di sisi anterior mesoderm pembentukan ginjal (nefrogenik) yang disebut pronefros. Biasanya terbentuk serangkaian tubula yang berasosiasi dengan segmen-segmen spesifik tubuh. Pronefros dengan segera digantikan oleh mesonefros pada embrio. Mesonefros berawal sebagai serangkaian tubula yang posterior terhadap daerah tubula yang pronefrik, tetapi dengan segera mengalami modifikasi berupa pemanjangan dan konvolusi tubula, disertai dengan hilangnya segmentasi. Mesonefros yang relatif panjang adalah ginjal fungsional bagi ikan. Mesonefros tidak bersegmen dan membentuk sebuah duktus yang disebut ureter, yang menghantarkan urin hingga terbentuk di ginjal menuju kloaka ataupun kandung kemih. Produksi urin sebenarnya terjadi di dalam nefron, unit-unit fungsional yang berjumlah banyak pada ginjal. Setiap nefron terdiri atas tiga bagian yaitu glomerolus adalah sebuah pola kapiler yang tersusun rapat, filtrat masuk ke bagian kedua nefron (tubula terkonvolusi), urin yang sedang terbentuk kemudian masuk ke tubula pengumpul (Fried, 2006).
            Masalah menjaga keseimbangan kadar air dan garam merupakan hal yang sangat penting bagi ikan, sejak  ikan hidup di air baik pada air bergaram ataupun tawar. Air garam cenderung menyebabkan tubuh terdehidrasi, sedangkan pada kadar garam rendah dapat menyebabkan naiknya konsentrasi garam tubuh. Ginjal ikan harus berperan besar untuk menjaga keseimbangan garam tubuh. Beberapa ikan laut memiliki kelenjar ekskresi garam pada insang, yang berperan dalam mengeliminasi kelebihan garam. Ginjal berfungsi untuk menyaring sesuatu yang terlarut dalam air darah dan hasilnya akan dikeluarkan lewat korpus renalis. Tubulus yang bergulung berperan penting dalam menjaga keseimbangan air. Hasil yang hilang pada bagian tubulus nefron, termasuk air dan yang lain, diabsorbsi lagi ke dalam aliran darah. Korpus renalis lebih besar pada ikan air tawar dari pada ikan air laut., sehingga cairan tubuh tidak banyak keluar karena penting untuk menjaga ober dilusi (agar cairan tubuh tidak terlalu encer). Elasmobranchii, tidak seperti kebanyakan ikan air laut, memiliki korpus renalis yang besar dan mengeluarkan air relatif banyak, seperti pada ikan air tawar. Bangunan seperti kantung kemih pada beberapa jenis ikan hanya untuk penampung dari bagian akhir duktus ekskretori (Sukiya, 2005).
             Ikan air tawar mengekskresikan urine yang hipo-osmotik, tetapi tidak kehilangan sedikit garam. Penggantian garam dilakukan oleh insang, yang berlawanan dengan ikan air laut, ialah mengambil garam dari arus ventilasi (Barnes, 1984).
Gambar 2.9 : Alat ekskretori ikan (Radiopoetro, 1996).
 

            Ginjal adalah organ yang hanya terdapat pada vetebrata. Fungsi utamanya pada vetebrata tingkat rendah seperti ikan adalah osmoregulasi. Zat-zat buangan bernitrogen sebagian besar ditangani oleh insang ikan (Fried, 2006).
Fungsi nefron pada ginjal dapat dilihat dengan jelas pada ikan air tawar. Pada organisme-organisme itu, cairan dalam jumlah besar harus diekskresikan, sedangkan garam harus dikonservasi (dipertahankan dalam tubuh), cairan dan  zat-zat terlarut didorong keluar menyebrangi membrane  glomerolus seiring masuknya darah ke glomerolus. Filtrat lalu memasuki kapsula bowman. Glomerolus dan kapsula yang mengelilinginya  disebut korpuskulum Malpighi (Fried, 2006).
Produk akhir bernitrogen pada ikan air tawar adalah ammonia, yang dikeluarkan dari insang bersama dengan urin. Karena itu ikan air tawar menghasilkan urin dalam jumlah banyak, kadar ammonia tidak mencapai konsentrasi yang toksik. Pada ikan laut, filtrate mengalir  secara lebih pelan melalui nefron, sehingga memungkinkan kesempatan yang lebih besar bagi reabsorbsi air tawar dari filtrate. Ikan laut meminum air asin untuk mengatasi hilangnya air dari dalam tubuhnya ke lingkungan hipertonik. Kation-kation divalen dalam tubuh dipompa ke dalam nefron di bagian posterior segmen proksimal. Sebagai akibatnya, asupan air laut menghasilkan perolehan netto air tawar. Suatu ginjal aglomerular juga ditemukan pada sejumlah ikan air laut- suatu kondisi yang sangat mengurangi jumlah cairan yang menjadi urin (Fried, 2006).
2.3.7        Sistem Saraf dan Organ Perasa
a.       Sistem Saraf
Otak terletak pada bagian yang lebih tinggi daripada cyclostome. Empat bagian penting yaitu cerebrum (otak besar), cerebellum (otak kecil), bagian penglihatan, dan medulla. Otak mempunyai saraf otak sebagai organ perasa dan bagian lain pada anterior dari tubuhnya. Saluran saraf merupakan pusat dari tulang belakang dan melalui saraf arches dari vertebrata (Boolotion, 1979).
            Pada ikan terdapat terdapat dua kelompok kerja sistem saraf, yakni sistem saraf pusat dan sistem saraf otonom. Kedua sistem saraf tersebut pada dasarnya tidak bisa bekerja secara terpisah, tetapi saling melengkapi. Sistem saraf pusat berupa jaringan saraf yang menjalin seluruh tubuh berakar dalam otak maupun sum-sum tulang belakang. Otak memiliki tiga fungsi utama yaitu (1) menerima input dan menginterpretasikan informasi dari semua organ-organ sensor, baik intenal maupun eksternal, (2) menghasilkan output berupa perintah untuk koordinasi semua bagian badan sebagai impuls saraf atau hormone dan (3) integrasi antara kedua aspek fungsi otak.  Sedangkan sistem saraf otonom  berupa susunan saraf otonom terdiri atas saraf simpatis dan parasimpatis. Saraf otonom mengontrol fungsi vegetatif badan, antara lain: (1) mengatur kegiatan jantung dan pembuluh darah, (2) mengatur kerja urat daging licin, dan (3) mengatur kerja kelenjar-kelenjar. Sifat kedua saraf tersebut dikenal sebagai sifat yang berlawanan. Saraf simpatis aktif bila tubuh memerlukan energi dan saraf parasimpatis aktif pada tubuh organisme sedang istirahat.
Satuan dasar system saraf adalah neuron. Neuron mempunyai satu ciri struktur yang menyebabkannya kelihatan lain dari semua tipe sel tubuh lainnya. Dari bagian tengah neuron serabut tipis mejulur seperti sulur halus dengan panjang berbeda-beda tergantung letak dan tugasnya. Lewat serabutnyalah neuron menjalankan fungsinya yang unik, yakni menyampaikan isyarat ke otak dan dari otak serta sum-sum tulang belakang ke organ-organ tubuh.
Unit terkecil sistem saraf adalah sel saraf (neuron), terdiri dari badan sel yang berinti, penjuluran plasma dari badan sel (2 atau lebih), penjuluran plasma yang pendek disebut dendrite berfungsi sebagai penerima impuls, penjuluran plasma yang panjang disebut neurit/axon berfungsi untuk meneruskan impuls yang diterima (Boolotion, 1979).
b. Organ Perasa
Tubuh mengetahui perubahan lingkungan karena dilengkapi alat penerima rangsang (indra), baik fisik maupun kimia, yaitu mata, linea lateral, telinga dalam, indera pembau, dan pengecap. Perubahan tingkah laku akibat perubahan lingkungan yang direkam alat indera ikan diketahui, karena dapat digunakan dalam peningkatan teknologi penangkapan dan budidaya ikan.      
Telinga hanya terdiri dari membran-membran labirin. Terdapat tiga saluran semi sirkular dan saccuus berisi beton yang terbuat dari kalsium karbonat yang disebut telinga batu atau otholits. Telinga merupakan organ untuk mendengar dan kesetimbangan (Boolootion, 1979).
Mata terdapat di tempat yang berbeda di several ways dari tubuh vertebrata.  Ikan tulang keras tidak memiliki kelopak mata, pelindung mata hanya berupa selaput mata yang menjaga dari air. Kornea pada ikan tipis dan sama dengan nilai refraktif pada air. Akibatnya lensa mata menjadi lebih bulat. (Boolotian, 1979)
Retina pada ikan tidak jauh beerbeda dengan retina pada vertebrata pada umumnya. Retina memiliki struktur tipis dan berlapis serta transparan. Sel kerucut (kon) dipakai pada aktivitas malam hari, sedangkan sel batang (rod) digunakan dalam aktivitas melihat pada siang hari. Kon juga bertanggungjawab dalam membedakan warna seperti biru, hijau dan merah karena mengandung pigmen yang peka terhadap cahaya matahari (Fujiya, 2004).
Organ indera lain yang juga sangat penting adalah pembau dan pengecap. Kedua organ ini merupakan reseptor kimia. Sinyal kimia (allomon dan feromon) digunakan sebagai alat komunikasi yang selanjutnya mempengaruhi pola tingkah laku dan reproduksi ikan. Bahan-bahan kimia penting lainnya yang mempengaruhi nafsu makan pada ikan antara lain: asam amino dan nukleotida (Boolotion, 1979).
Sistem sensori pada ikan berupa sel-sel reseptor perifer dan gabungan neuron di otak yang memberi gambaran lingkungan secara biologis. Barisan elemen reseptor berupa sel tunggal, missal taktil korpuskel, atau kompleks retina mata. Sebagian besar ikan, organ olfaktori (pencium) berupa sepasang lubang bergaris dengan lipatan berupa epitel sensori. Organ olfaktori pada Dipnoi serupa dengan vertebrata tinggi mempunyai saluran nasal yang terbuka yaitu choanae masuk ke dalam farink, saluran nasal ini terbuka pada bagian internal maupun eksternalnya dilapisi epitel olfaktori berupa lipatan epitel yang berlekuk-lekuk (Sukiya, 2005).
Beberapa ikan mempunyai mata spesifik dari hasil adaptasi. Banyak mata yang dikenal, satu contoh ikan yang sangat terkenal di Amerika Selatan “four-eyed fish” (Anablep). Habitat ikan ini pada air tenang, saat mengapung di permukaan menggunakan separuh mata atas, saat melihat ke udara dank ke dalam air terkadang lensa matanya tampak terbagi dua, setiap bagian tersebut jaraknya dengan retina tidak sama. Ikan bermata empat yang lain adalah blennie Galapagos (Dialommus fuscus), peloncat batu yang gesit sangat cepat sekali keluar dari air. Tidak seperti Anableb, mata blenny tidak tampak terbagi di bagian dalam tetapi lebih ke arah kornea.
Telinga ikan sangat berbeda dengan telinga mammal. Telinga ikan, tidak sebaik telinga kita dalam mengasosiasi suara. Ikan tidak mempunyai telinga luar, tengah dan kohlea. Bagian dalam dari telinga ikan berupa utrikulus dorsa yang dihubungkan dengan kanal semi-sirkuler, dan pelebaran di tengah yang disebut sacculus (pada amfibi, reptile dan burung disebut lagena yaitu bangunan semacam kohlea untuk mendengar). Ikan dapat mendeteksi vibrasi dalam air, beberapa di antara vibrasi mungkin dihasilkan oleh jenisnya sendiri (Sukiya, 2005).
Gambar 2.10
 

Ikan dan larva amfibi akuatik memiliki beberapa sistem organ sensori yang tidak ditemukan pada vertebrata terrestrial yaitu linea lateralis yang berfungsi untuk membedakan perubahan tekanan dan arus air. Reseptor tersebut berupa sensori papilla atau neuromast yang mengeliling seluruh tubuh. Linea lateralis terletak di kedua sisi tubuh dan bercabang menjadi tiga bagian di sisi kepala. Neuromast mungkin berada di permukaan kulit atau berupa kanal terlindung dan bagian yang muncul berupa pori-pori kecil (Sukiya, 2005).
2.3.8        Sistem Rerproduksi.
Ikan memiliki variasi yang luas dalam strategi reproduksi agar keturunannya mampu bertahan hidup. Ada tiga strategi reproduksi yang paling menonjol: 1) memijah hanya bilamana energi (lipid) cukup tersedia 2) memijah dalam proporsi ketersediaan energi 3) memijah dengan mengorbankan semua fungsi yang lain. Oleh karena itu ikan memiliki ukuran dan jumlah telur yang berbeda (Fujiya, 2004).
            Sebagian besar spesies ikan adalah gonokoristik (dioceus), dimana sepanjang hidupnya memiliki jenis kelamin yang sama. Gonokoristik terdiri atas dua kelompok, yaitu 1) kelompok yang tidak berdiferensiasi, artinya pada waktu juvenile jaringan gonad dalam keadaan belum dapat diidentifikasikan, 2) kelompok yang berdiferensiasi artinya sejak juvenile sudah tampak jenis kelaminnya.
Pada ikan jantan terdapat sepasang testis yang panjang. Testis tersebut terletak ventral dari ren. Pada ujung caudal mulai vas deferens yang bermuara ke dalam sinus urogenitalis. Pada ikan betina terdapat sepasang ovaria yang panjang.  Ovaria ini mempunyai rongga yang mengarah ke caudal melanjutkan diri ke dalam oviduct yang bermuara ke dalam sinus urogenitalis. Ovum dibungkus dengan suatu membrane tebal (zona radiata). Zona ini dibentuk dari lapisan superficial protoplasma (Radiopoetro, 1996).
Gambar 2.11  Alat kelamin ikan (Susanto, 2007).
Susanto,
)
 


Telur bersifat telolecithal dan pembelahan dilakukan secara meroblastis.  Oleh karenanya terjadi suatu discus embryonalis. Discus embryonalis ini berbentuk bulat memanjang degan tepi yang menebal. Pada pertengahan tepi yang akan terjadi ujung caudal embrio terjadi invaginasi. Tetapi invaginasi ini juga meluas ke lateral, sehingga gastroporus berbentuk suatu celah. Lapisan sel-sel yang diinvaginasi berubah menjadi endoterm. Lapisan tersebut merupakan dinding dorsal archenteron. Dinding ventral masih dibentuk dibentuk oleh vitellus, sehingga mengakibatkan bentukan gastrula yang dinamakan discogastrula. Dari bagian tengah dinding dorsal archenteron terjadi chorda dorsalis. Di sisi kanan-kiri terjadi suatu sulcus dan sel-sel di sini mengalami proliferasi dan membentuk mesoderm. Juga di sebelah lateral dekat tepi gastropus terjadi cekung di mana sel-sel mengalami proliferasi dan membentuk mesoderm.  Kedua mesoderm ini kemudian bersatu. Pada tepi ductus embryonalis ectoderm dan entoderm terus tumbuh ke ventral melingkungi vitellus sehingga terjadi tractus digesstivus sreta saccus vitellinus. Lambat laun embryo tumbuh pada waktu menetas, saccus vitellinus tinggal suatu kandung yang menggantung dari sebelah ventral anak ikan (Radiopoetro, 1996).
Gambar 2.12 Perkembangan embrio ikan (Radiopoetro, 1996).
Beberapa hal yang mendukung berlangsungnya pembuahan pada ikan yakni spermatozoa yang tadinya tidak bergerak dalam cairan plasmanya akan bergerak setelah bersentuhan dengan air dan dengan bantuan ekornya bergerak kea rah telur. Selain itu, telur mengeluarkan zat gimnogamon yang berperan menarik spermatozoa ke arahnya (Fujaya, 2004).
Hemaprodit jarang ditemukan pada vertebrata, tetapi ditemukan pada 13 familia, (tidak semua) ikan tulang sejati. Bagian anterior gonad menghasilkan sel telur sedangkan bagian posterior menghasilkan spermatozoa. Umumnya kemasakan gonad hanya untuk produksi ovum atau spermatozoa, tidak keduanya.  Kebanyakan ikan tulang sejati yang bersifat hemafrodit hidup di laut, hanya sedikit ditemukan di air tawar.  Ikan umumnya tidak hemafrodit sehingga hanya satu jenis kelamin, kemudian ditransport ke opposite sex. Ikan kartilago dan tulang sejati umumnya mempunyai sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah. Ikan betina mempunyai dua oviduk. Pada kelompok Elasmobranchii oviduk pada bagian akhir bersatu sehingga seakan hanya tampak satu saja, seperti funnel terbuka atau ostium, mempunyai kelanjar cangkang yang menanduk.  Beberapa Elasmobanchii adalah ovipar dan meletakkan telurnya di air, sedangkan untuk yang ovovivipar mengeram telurnya di perluasan bagian bawah oviduk yang disebut uterus.
            Umumnya ovarium vertebrata tidak langsung dihubungkan dengan oviduk, maka secara teoritik telur masuk ke rongga tubuh dan berakhir pada ostium. Kenyataannya, hubungan antara dua struktur tersebut tertutup dan sedikit ada perubahan untuk masuknya telur ke rongga tubuh. Beberapa ikan tulang sejati prodihious yaitu sejumlah telur diproduksi selama musim kawin yang pendek, ovariumnya berhubungan dengan oviduk untuk mencegah telur lari ke dalam rongga tubuh. Juga pada beberapa Teleostei adalah ovipar, tetapi ada beberapa yang mengerami telur di dalam tubuhnya. (Sukiya, 2005).
Ikan akan mencari tempat yang aman guna menyimpan telur yang dikeluarkan. Beberapa tampat sasaran ikan adalah terumbu karang dan rumput-rumput laut. Oleh karena itu, guna menjaga kelestarian ikan, kita harus menjaga keberadaan terumbu karang agar keragaman ikan di perairan kita tetap terjaga.
2.3  Kelenjar Endokrin
            Sistem endokrin pada ikan tidak jauh berbeda dengan sistem endokrin pada vertebrata pada umumnya. Organ endokrin melepaskan suatu zat kimia yang disebut hormon dengan organ target tertentu, dibawa oleh darah, dan berperan mempengaruhi fungsi tubuh. Karena itu, hormone juga bisa disebut pesuruh kimia. Misalnya, hormone gonadotropin dilepaskan oleh kelenjar hipofisa masuk ke dalam darah dan dibawa ke gonad sebagai suatu petunjuk untuk melalui pematangan gonad (Fujaya, 2004).
            Sistem saraf mengatur kegiatan tubuh dengan cepat, seperti kontraksi otot, peristiwa vicelaral yang berubah dengan cepat, dan bahkan kecepatan sekresi beberapa kelenjar endokrin, terutama mengatur fungsi metabolic tubuh pada jalur lambat. Pengaturan fungsi tubuh ini dilakukan, baik oleh sel saraf maupun sel endokrin terutama melalui dua kelompok komunikasi ekstraselluler, yaitu: isyarat endokrin dan isyarat parakrin. Isyarat endokrin dilakukan oleh hormone dan parakrin oleh neurohormon atau neurotransmitter.
            Hormone pada ikan, terdiri atas empat kelompok utama, yakni steroid, teroksin, protein, dan katekolamin, yang dihasilkan oleh kelenjar pituitary, tiroid, gonad, ginjal, dan urophisis. Sedangkan, transmitter perangsang pada berbagai sinaps neuron saraf pusat adalah asetilkolin, neuropinefrin, dopamine, serotonin, L-glutamat, dan L-aspartat, sedangkan transmitter penghambat yang penting adalah asam gamma aminobutirat (GABA), glisin, taurin dan alanin. Histamine dan prostaglandin juga merupakan serangkaian polipeptida yang ditemukan dalam sistem syaraf dan mungkin mempunyai efek jangka panjang untuk merangsang atau menghambat neuron (Fujaya, 2004).
            Hormon dihasilkan oleh kelenjar-kelenjar hormonal, meliputi hormon pertumbuhan, hormon reproduksi, hormon ekskresi & osmoregulasi. Pembagian hormone menurut hasil  kelenjar hormone  antara lain:
a. endo hormon: yang bekerja di dalam tubuh, seperti hormon-hormon di atas
b. ekto hormon: yang bekerja di luar tubuh, seperti fenomen: merangsang jenis kelamin lain mendekat untuk berpijah.










BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Ikan memiliki bentuk tubuh torpedo dengan dilengkapi sirip di sekeliling tubuhnya yang digunkan sebagai alat gerak. Rangka pada ikan tulang keras terdiri dari dua macam, yaitu rangka luar (eksoskeleton) yang berupa sisik dan rangka dalam yang berupa columna vertebrae.  Alat pernafasan pada ikan berupa insang.  Ikan memiliki organ pencernaan berupa segmen mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, pylorus, usus, rectum, dan anus. Sebagian besar ikan bereproduksi dengan bertelur (ovipar). Namun, adapula ikan yang berkembang biak dengan melahirkan (vivipar) maupun keduanya.  Ikan dapat dibedakan jenis kelamin jantan dan betina, meskipun beberapa spesies ikan bersifat hermaprodit.  Kegiatan metabolism pada ikan juga diatur oleh hormone seperti pada vertebrata lainnya.

3.2 Saran
            Penulis mengharapkan sekali saran dan masukan dari para pembaca sekalian.  Penyampaian saran dapat disampaikan secara tertulis maupun lisan pada kami.  Demikian kami ucapkan banyak terimakasih.













DAFTAR PUSTAKA

Boolootian, R. A.  1979. Zoology. New York: MacMillan Pub.,
Clemens, M. 2008. Mengenal Lebih Dekat Vetebrata. Malang: M. Vinney.
Djuhanda, T. 1982. Pengantar Anatomi Perbandingan Vertebrata I. Bandung: Armico
Djuhanda, T. 1983. Analisa Struktur Vertebrata l. Bandung: Armico
Fujaya, Yushinta. 1999. Fisioligi Ikan. Jakarta: Rhineka Cipta
Hadikastowo. 1984.  Anatomi Komparativa.  Alumni : Bandung.
Hildebrand, M.1982. Analysis of Vertebrate Structure, 2nd Edition. New York: John Wiley & Sons
Jasin, Maskoeri. 1984. Sitematika hewan invertebrata dan vertebrata. Surabaya : Sinar wijaya
Radiopoetro. 1996. Zoologi. Jakarta: Erlangga
Susanto, Heru. 2007. Budi Daya Ikan di Pekarangan. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sukiya. 2005. Biologi Vertebrata, Malang : IKIP UM Press
















KATA PENGANTAR

            Segala puji penulis ucapkan pada Allah SWT atas segala nikmat yang Dia limpahkan pada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.  Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW yang telah membawa lentera bagi kita semua.  Terima kasih pula kami ucapkan pada ibu Kiptiyah, M.Si yang telah membimbing kami dalam penulisan makalah ini.
            Keragaman ikan di sekitar mendorong kita untuk melakukan eksplorasi mengenai struktur dan fungsi dari masing organ penyusunnya.  Pemahaman mendasar mengenai anatomi ikan tulang keras sangat diperlukan agar nantinya mahasiswa mampu mengembangkan bidang keilmuan dengan penemuan-penemuan baru.
            Penulis mengakui bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan masukan positif.  Semoga karya sederhana ini dapat membantu kita, khususnya mahasiswa biologi dalam memahami sedikit mengenai anatomi ikan tulang keras (Osteichtyes).
                                                                                   
                                                                                          Penulis


Tidak ada komentar:

Posting Komentar